Hari-hari ini, panas terasa begitu menyengat
Keringat mengucur deras bahkan sejak terbangun di pagi merapat
Tak menunggu panas mereda, hujan tiba-tiba menjebak
Sungguh cuaca tak lagi bisa ditebak
Di setiap lini masa, penyakit musiman merebak
Kami tak tahu, siapa harus terkena salah
Mungkin bumi sudah terlalu lelah dan membiarkan segala makhluk di atasnya, terkena tulah
Singkatnya, bumi sedang tak baik-baik saja
Dan nyatanya, manusialah penyebab utamanya
Duhai bumi, maafkan kami telah membuatmu merenta cepat
Sampah bertebaran dimana-mana seperti daki yang memenuhi tubuh karena setahun tak mandi
Hutan gundul dan menggersang, seperti jenggot yang habis dicukur serampangan
Suhu tubuhmu memanas, seperti bayi kecil baru disuntik vaksin penyakit yang ganas
Duhai bumi, maafkan kami tak berdaya hanya mengeluh kesal melihat mereka membuang sampah sembarangan dipinggir jalan
Kami lelah mengadu, telinga mereka terlalu penuh gumpalan debu
Kami sering tertipu harapan palsu berisi janji kampanye tak bermutu
Duhai bumi, maafkan kami terpaksa membiarkanmu terengah membasuh lukamu sendiri
Banyak dari kami tak peduli, luka menganga di sekujur tubuhmu hanya demi gengsi dan perut terisi
Lahan subur dipaksa hancur, berganti bangunan megah yang bersolek bak pelacur
Gas beracun memenuhi udara, membuktikan begitu tak berharganya nyawa yang menghirupnya
Limbah busuk mengalir deras di sepanjang sungai yang sudah penuh sampah berbagai barang bekas
Duhai bumi, maafkan kami hanya bisa bergerak lambat menjadi penyelamat dengan dada yang sesak
Otak kami menawarkan beribu solusi, namun tangan kami begitu lemah tanpa energi
Beribu kali kami hendak berlari mencoba menopangmu, kaki kami sering terjengkang si pandai besi yang arogan penuh nafsu
Duhai bumi, maafkan kami yang hanya bisa bergerak sendiri dalam sepi
Tapi kami selalu percaya gerakan kecil dengan sejuta semangat menyala, akan menjadi oase di padang gersang yang nyaris tanpa harapan
Tapi kami tetap yakin, Tuhan di atas sana tak pernah tidur menyaksikan kami tak cuma diam dalam kenistaan
Barangkali, kini kami cuma setetes air di padang pasir
Esok hari, tetes itu menjadi tsunami yang menumpas para manusia serakah tak punya nurani.
Yakinlah janji kami, bumi
Kami tak kan pernah berhenti
***
(Sebuah keresahan diri, menghadapi kondisi bumi yang kian sakit)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar