Jumat, 19 Maret 2021

Aku dan Berkebun

         Cimbidium Miltassia Shelop Tolkien

Sebagai cucu seorang petani, aku mewarisi darah petani kakekku. Bagaimana tidak. Sejak kecil aku suka sekali ikut ke sawah, mengantarkan makanan untuk orang yang sedang bekerja, lalu aku ikut makan di sawah. Setelah itu ikut menanam padi, tembakau, dan tanaman lainnya yang sedang musim tanam. Terkadang sambil menggembalakan kambing, membakar jagung dekat sawah. Jika waktu panen tiba, dengan gembira aku juga ikut memanen karena saat panen adalah saat aku bisa mendapatkan uang sendiri dari hasil panen yang meskipun kecil nilainya tapi membuatku puas. 

Bukan hanya sawah tempatku bermain tapi juga kebun kakek yang luas. Segala macam buah ada di sana. Beberapa jenis rempah, kacang panjang, kelapa, garut, dan umbi-umbian lain juga menghiasi kebun kakek. Tak pernah terlupakan saat aku kecil mengejar capung beraneka warna yang beterbangan di atas tanaman kacang panjang.

Pengalaman masa kecil membuatku bermimpi menjadi seorang insinyur pertanian. Sayang sekali, pemahaman yang kurang membuatku terlempar dari cita-cita itu. Salah seorang pamanku berhasil membuatku bergeser dari mimpi. Katanya sawah makin lama makin habis, maka jangan jadi petani. Begitulah, aku pun membelokkan arah kapal cita-citaku menuju bahasa dan sastra. 

Namun rupanya mimpi masa kecil itu tak pernah padam. Meski kini tinggal jauh dari sawah, punya rumah yang hampir tak punya halaman yang cukup untuk berkebun, mimpiku perlahan kembali menggurita. 

Media sosial membuatku tahu, bertani tak hanya di sawah atau kebun yang luas. Urban farming menjadi jalan mimpi itu menjadi nyata.

Semenjak menempati rumah sendiri sejak tahun 2004 di perbatasan Bogor, aku mulai menanam bunga dan buah dalam pot. Lalu aku pun mengenal anggrek yang menurutku tak terlalu rumit perawatannya untuk aku yang sibuk bekerja di ranah publik. Tidak repot ganti tanah, pikirku. Saat itu hanya aku yang suka bercocok tanam. Namun demi melihat bunga-bungan anggrek yang bermekaran indah membuat suamiku pun mulai jatuh cinta dengan anggrek. Maka aku mendapat dukungan penuh untuk mengoleksi aneka jenis anggrek. Kebetulan setiap akhir tahun selalu ada pameran Flona di Lapangan Banteng dekat kantorku, di sanalah aku membeli anggrek-anggrek yang jarang dijual umum. Karena minimnya budget, tak banyak yang terbeli setiap tahunnya. Tetapi yang membuatku bersemangat adalah aku bisa membiakkan anggrek-anggrek itu menjadi banyak. Demikian pula dengan tanaman lainnya. Kata orang tanganku dingin. Bahkan saking banyaknya tanaman yang berkembang, seriing kali harus dibuang atau diberikan kepada orang yang berminat saking lahannya tak lagi bisa menampungnya.

Tahun 2017 aku mengenal teknik menanam lain yaitu kokedama. Aku langsung jatuh cinta. Sempat belajar dari ahlinya dan berhasil membuat banyak kokedama yang menghiasi rumah. Sayang sekali saat renovasi rumah pada awal tahun 2018, kokedama, anggrek, dan tanaman lainnya banyak yang menjadi korban, terbengkalai dan mati. Namun begitu renovasi selesai, aku dan suami kembali membangkitkan semangat berkebun. 

Bergabung dengan rumbel sejak tahun 2016, membuatku berkenalan dengan pembuatan kompos dengan memanfaatkan sampah organik rumah tangga. Aku sudah pernah mempraktekkan teknik biopori, felita, gerabah, dan takakura. Namun yang tetap aku pakai hingga sekarang hanya biopori dan gerabah. Lumayanlah bisa mengurangi budget pembelian pupuk tanaman.

Melihat banyaknya tanaman dan tren di masa pandemi dimana orang-orang banyak yang melirik berkebun sebagai salah satu kegiatan mereka saat stay at home, maka aku dan suami memutuskan untuk mengembangkan hobi kami menjadi bisnis tanaman hias dengan fokus utama pada tanaman anggrek. Bisnis ini berdasarkan kecintaan kami pada tanaman sehingga bukan sekedar mengejar laba yang ingin diraih, namun lebih utama pada kepuasan merawat mereka, bagaimana melihat akar-akar anggrek tumbuh, lalu tumbuh spike, knop hingga mekar, bagaimana tunas baru muncul, bagaimana kami sibuk menyingkirkan siput, ulat dan hama lainnya demi menjaga anggrek dan tanaman lainnya terjaga, semua itu tak ternilai harganya. Bagi kami tanaman itu bak anak kami juga. Maka saat orang membeli mereka, kami merasa mereka diadopsi, bukan sekedar pindah tempat, tapi berharap semua tanaman itu juga tumbuh dan dirawat dengan baik di rumah barunya.

Aku juga suka melakukan regrow tanaman. Beberapa yang tumbuh dengan baik adalah seledri, kangkung, beluntas, daun bawang, ubi rambat, katuk, pepaya jepang, serta segala jenis rempah-rempah seperti kunyit, kencur, lengkuas, jahe, dan temu kunci. Untuk biji-bijian juga suka buat ditanam kembali seperti pepaya, mangga, alpukat, melon, cabe, tomat, dll. Berhubung lahan memang hanya secuil, biasanya tanaman-tanaman itu kami hibahkan kepada yang membutuhkan atau ditanam di fasilitas umum. Tak lupa beberapa tanaman kebutuhan dapur lainnya seperti daun salam, daun jeruk, jeruk nipis, belimbing wuluh dan pandan wangi juga turut menambah ramainya kebun mini kami.

Menyadari secuilnya ilmu yang aku miliki, aku mulai bergabung dengan beberapa komunitas tanaman di facebook untuk meningkatkan pengetahuan. Komunitas ini sungguh sangat membuka wawasan dan menjadi mood booster buatku. Banyak ilmu bertebaran disana. Bagaimanapun aku harus lebih profesional dalam merawat tanaman agar menghasilkan tanaman yang sehat dan memuaskan konsumen. Tak bisa lagi mengandalkan kebiasaan otodidak ku dalam belajar. Maka setiap ada kesempatan meningkatkan ilmu tentang berkebun, aku akan berusaha meraihnya, termasuk mengikuti kampung bakat yang diselenggarakan oleh komunitas Ibu Profesional ini. Semoga apa yang aku pelajari nanti dapat memberikan kebermanfaatan tidak hanya bagi diri sendiri dan keluarga tapi juga buat masyarakat dan lingkungan.















Senin, 01 Maret 2021

Portofolio

Dalam rangka mengikuti kampung bakat yang pertama kalinya diselenggarakan oleh Komunitas Ibu Profesional, aku mesti menyampaikan portofolio yang terkait dengan bakat yang ingin aku ikuti yaitu RB Daur Ulang Sampah dan Zerowaste. Dan inilah portofolioku: 

Portofolio 

Nama: Nurlaela Amin Awalimah (Ella) 
Lahir: 4 Januari 1974 
Hobi: berkebun, crafting 
Passion: kreasi aneka barang bekas 
Alamat: Perum Bumi Insani Tonjong, Tajurhalang 
Family: 
Suami: Setyo Kuncoro 
Anak: 
1. Hanifah Ikbar Firdausi, 21 th 
2. Hasna Abidah Nibras, 19 th 
3. M. Fatih Nushrotulloh, 16 th 
4. Hafizhah Khairunnisa Zalfa, 13 th 
5. Haisha Hanum Hanania, 2 th 

Aktifitas: 
Ketua Bank Sampah Kuntum Mekar (2016-sekarang)
Pengurus Rumbel Bogogreen (2017-sekarang) 
Member Rumbel Sew and Craft (2020-sekarang) 

Tujuan mengikuti kampung bakat: ingin lebih banyak menebarkan kebermanfaatan khususnya terkait kepedulian terhadap lingkungan. 

Karya yang sudah dihasilkan a.l.: 
1. Ecobrick 
2. Aneka kreasi tetra pak : tikar, hiasan dinding dan pigura, tatakan gelas, celengan, tempat pensil 
3. Keranjang dari kertas koran 
4. Keranjang dan pajangan dari kertas hvs, kalender, dll 
5. Tirai dari kertas brosur atau koran 
6. Taplak dari sedotan 
7. Aneka kreasi dari perca dan baju bekas dengan menggunakan teknik yoyo art, applique, patch work 
8. Aneka kreasi memanfaatkan barang bekas menggunakan teknik decoupage : casing hp, botol hias, tempat pensil, dll 
9. Aneka kreasi Kain flanel 
10. Bunga dari bungkus buah. 
11. Aneka mainan anak dari kardus 
12. Pot bunga dari pospak bekas

Jumat, 19 Februari 2021

All About Me

Aku dibesarkan dalam keluarga besar bersama bapak ibuk, 1 adik lelaki, kakek nenek, dan 2 pamanku. Karena bapak dan ibuk sibuk mengajae dari pagi hingga petang, paman-pamanku sekolah, maka praktis aku paling banyak berinteraksi dengan kakek nenek. Kakekku seorang petani yang gemar juga beternak dan pertukangan. Dari beliau aku mewarisi hobiku berkebun dan sayang binatang. Bagaimana tidak. Pekerjaanku sehari-hari bantu-bantu beliau. Apapun yang dilakukan aku akan cerewet bertanya. Tak heran waktu SD aku sudah bisa bikin kolam kecil, hiasan dinding dari triplek yang digergaji, dll. Belum lagi tugasku menggembalakan sapi, mengirim makanan untuk orang yang kerja di sawah. Soal memanam padi, tembakau, kacang-kacangan, plus menanam segala jenis tanaman itu sudah biasa aku lakukan. Dari Sementara itu nenekku terkena stroke hingga separuh tubuhnya lumpuh. Maka tugasku pula memasak dengan arahan beliau, mencuci, menyisir rambut beliau, dan membereskan rumah tatkala tak ada orang lain di rumah. Beliau suka memungut benda-benda kecil yang tercecer seperti peniti, jarum, karet gelang, dll. Jadilah aku anak yang sangat mandiri sejak kecil. Dari nenekku itu aku tumbuh menjadi pemulung intelek yang hobi mengumpulkan segala macam barang yang kira-kira masih terpakai. Perangko dan bahkan tanah tak luput pernah menjadi koleksiku. Dari kecil aku juga rajin belajar tanpa disuruh. Biasanya aku belajar malam hari atau dini hari setelah sholat tahajud. Puasa Senin-Kamis juga biasa aku kerjakan. Semua itu aku teladani dari ibuku. Sementara bapak mengajarkanku kedisiplinan dan cinta tanah air dengan rentetan cerita heroik masa perjuangan serta cara beliau mendidik anak muridnya. Beberapa kali aku mendapatkan beasiswa karena nilaiku selalu terbaik sepanjang masa pendidikan dasar. Lomba cerdas cermat, tilawah, nyanyi dan tari pernah aku ikuti sebagai wakil dari sekolah dan beberapa kali meraih kemenangan. Sering jadi petugas upacara dan komandan gerak jalan serta aktif di kegiatan pramuka. Menginjak masa SMP, aku masih menjadi 10 besar dari 7 kelas diangkatanku. Kegiatan ektrakurikuler masih tetap aktif dan meraih beberapa kejuaraan juga. Namun memasuki masa SMA, aku yang biasa sekolah di desa harus bersaing di sekolah terbaik kabupaten yang murid-muridnya adalah murid terbaik dari seluruh kabupaten. Aku mengalami masa 'keterkejutan' tak lagi menjadi sang juara meskipun dalam dunia ekstra kurikuler aku masih menonjol. Sampai dengan bangku perkuliahan di tahun pertama, aku bisa mengembalikan semangat belajar karena jurusan yang aku ambil bukan merupakan kesukaanku. Aku hanya sekedar menuruti saran pamanku yang memiliki pendidikan lebih tinggi untuk masuk sastra Inggris. Padahal aku kepengennya masuk Pertanian atau arsitek. Semangat belajar kembali tinggi memasuki semester 3 namun hanya sekedar berbakti kepada orang tua. Aku lulus dengan IPK di atas 3. Sambil melamar kerja, aku mengajar bahasa Inggris di SMP dan menekuni dunia craft yang sejak SD memang menjadi kesukaanku. Membuat taplak, bunga, dll aku kerjakan disaat senggang dan dijual ke tetangga. Maklum jaman itu belum ada online seperti sekarang. 2 tahun kemudian aku di terima di Kementerian Keuangan. Sungguh aku harus melalui beberapa kali bidang yang tak aku minati. Berkali-kali ingin resign, namun demi menghormati orangtua dan juga masih menjadi keinginan suami agar aku masih bekerja di ranah publik, aku bertahan bekerja di sana. Selama bekerja aku berkesempatan mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan jenjang S2 dan tetap bisa lulus dengan IPK yang cukup tinggi tanpa sekalipun harus mengulang mata kuliah sementara banyak teman seangkatan yang harus berkali-kali mengulang. Sambil hamil pula kuliahnya. Meskipun aku tak mau mengejar karir agar tak menggangu tugasku sebagai ibu dan istri, tetap saja aku berkesempatan meraih jenjang manajer. Hingga akhirnya aku tak lagi bisa menahan untuk tetap bekerja di sana karena banyak faktor: passion, anak, kebermanfaatan bagi ummat, dll. Aku oun resign setelah 20 tahun masa kerja. Disinilah aku sekarang, membersamai anak-anak, menambal lobang-lobang pendidikan anak, aktif dalam kemasyarakatan sambil mengasah dan menekuni passion di bidang crafting dan go green, dan pastinya lebih banyak mempersiapkan diri kembali kepada-Nya. Jauh lebih happy pastinya. Mimpiku adalah menyiapkan anak-anak yang sebagian besar sudah memasuki usia baligh agar lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaan mereka, menemukan passion masing-masing serta mandiri secara finansial. Untuk yang bungsu yang baru berumur 2 tahun, ingin mendidiknya benar-benar sesuai dengan fitrahnya. Selebihnya aku ingin menekuni passion di bidang craft dan mengembang hobi berkebun menjadi lafang bisnis bersama suami. Sebagai puncak pencapaian keluarga, aku ingin menjadikan keluarga kami menjadi keluarga yang bermanfaat bagi ummat sebagaimana prinsip yang kami anut. ***