Minggu, 24 April 2022

Pejuang Siroh

Awal bergabung dengan komunitas Siroh Nabawiyah Community hanya ingin menghidupkan rumah baca di rumahku alias jadi pengelola rumah peradaban. Gak berani muluk-muluk karena sadar diri waktu dan tenaga yang terbatas. Ga ada kepikiran jadi pejuang wakaf apalagi seller. Seiring berjalannya waktu, ternyata menjadi lengelola rumah peradaban itu tak sekedar nungguin sumbangan buku dan anak-anak di RP, tapi banyak insight yang aku dapat di group wakaf SNC. MasyaaAllah, kisah-kisah inspiratif bertebaran dimana-mana. Dengan tertatih sedikit demi sedikit bisa beli buku-bukunya untuk keperluan pribadi sementara untuk RP ada tersendiri dari pusat. 

Pas sudah merasakan sendiri hasilnya membacakan buku-buku siroh buat Hanum, kok jadi tergerak juga buat lebih meluaskan buku-buku ini. Kalau disuruh jualan, asliii aku ga bakat. Jadilah mencoba bergabung di group wakafnya. Periode pertama pengalangan wakaf baru penuh selama 3 bulan. Banyak faktornya sih. Padahal sudah banyak inspirasi dari teman-teman group dan juga arahan dari para leader tapi tetap belum pas dengan gayaku. Sambil terus belajar, periode 2 pengalangan wakaf kebetulan masuk bulan Ramadhan, aku mulai menemukan gayaku sendiri dan alhamdulillah saat ini sudah terkumpul 3 paket buku dari 5 paket yang menjadi target bulan ini. MasyaaAllah. Sungguh itu membuatku menjadi lebih pede dan bersemangat untuk terus maju. Belum lagi efek mengantarkan wakaf sendiri dan melihat langsung ke lokasi peneruma wakaf itu ternyata menjadi pemicu semangat yang luar biasa. Bahagia bisa melihat binar ceria anak-anak saat menerima buku-buku yang diwakafkan. Petunjuk tempat-tempat calon penerima wakaf juga semakin mudah dijumpai. Aku menargetkan juga lembaga-lembaga yang dikelola oleh keluarga bisa ikut merasakan memperoleh kebahagiaan ini. Bukankah kata Rasulullah, sedekah yang utama itu untuk keluarga?

Trus apa sih suka dukanya jadi pejuang wakaf? Kalau aku sih masih berkutat pada rumitnya menyisihkan waktu buat kontak calon muwakif karena Hanum sedang aktif-aktifnya dan butuh perhatian penuh. Tidak bisa disambi dengan pegang hp. Ditambah dengan pembuatan flyer-flyer yang cukup menyita waktu. Alhamdulillah semakin ke sini mulai ketemu selanya. Kalau soal baper karena dicuekin orang yang diajakin wakaf insyaaAlalh sudah belajar mengantisipasinya berdasarkan ilmu dari para leader. Yang penting niatnya harus selalu diluruskan. Mau dapat berapa paket buku, yang penting usaha jalan terus insyaaAllah itu sudah mendapat pahala dari Allah. 

Semangat menebar siroh!

Senin, 11 April 2022

Khadijah At Thahirah

 


Hari ini, rumah peradaban terasa penuh. Anak-anak lelaki asik battle dengan mas Fatih bermain catur. Lalu terbersit ide untuk berkisah spesial buat anak perempuan. Jadi aku bacakan kisah Bunda Khadijah yang ada dalam buku Para Pemimpin Bidadari Surga.
***
Lahir dari keluarga bangsawan, Khuwailid bin Asad dan Fatimah binti Zaidah, Khadijah tumbuh menjadi gadis yang cantik , cerdas, lembut, berakhlak mulia dan berbudi bahasa tinggi. Khadijah menjadi simbol kemuliaan dan kesucian sehingga dijuluki At Thahirah (suci)
Sepeninggal ayah dan bundanya, Khadijah tinggal bersama pamannya Amr bin Asad dan melanjutkan roda perusahaan keluarganya karena diantara saudaranya, hanya Khadijah yang berbakat dalam kepemimpinan dan perniagaan.
Suatu ketika, Khadijah meminta Muhammad untuk menjalankan perniagaannya ke Syam karena beliau mendengar keluhuran budi Muhammad. Khadijah menunjuk Maisarah untuk menemaninya. Setelah beberapa bulan, mereka kembali dengan keuntungan yang berlipat ganda melebihi saat dijalankan olehnya sendiri. Khadijah lantas teringat dengan mimpinya yaitu matahari yang turun dari langit Mekkah dan berada di dalam rumahnya. Ia berpikir jika itu adalah Muhammad. Dengan perantaraan sepupunya, Khadijah kemudian menikah dengan Muhammad dan melahirkan Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, Fatimah, dan Abdullah. 
Khadijah memiliki peran yang sangat besar saat turunnya wahyu yang pertama. Beliau mendatangi sepupunya, Waraqah bin Naufal, untuk meminta nasehat. Waraqah adalah seorang penganut Nasrani dan membenarkan pengangkatan Muhammad sebagai Rasul.
Khadijah juga merupakan wanita pertama yang masuk Islam. Rumahnya menjadi pusat dakwah pertama, rumah penuh berkah yang dikelola seorang Ummul Mukminin.
Khadijah r.a. adalah seorang ibu yang menjadi simbol kesabaran. Beliau juga sangat setia mendampingi suaminya saat peristiwa boikot oleh kaum kafir Mekkah. Khadijah menjual seluruh hartanya untuk memenuhi kebutuhan umat Islam saat itu.
Rasulullah pernah bersabda: "Wanita terbaik ialah Maryam putri Imran dan Khadijah."
Setelah mendampingi Rasulullah selama 25 tahun, beliau meninggal dunia di usia 65 tahun hingga Rasulullah sangat berduka.
***
Yang membuat hati senang itu ketika para anak gadis sekitar kelas 2-5 SD itu antusias bertanya. Kami lantas berdiskusi seru. Semoga hikmah dalam cerita bisa menjadi nilai yang tertanam dalam hati mereka. Aamiin yaa Robbal Alamiin

#SemarakRamadhan #10HariBerkisahSNC #Day8 #25HariBerkisahdiRPSNC #Day9 #RumahPeradabanSNC #RPSNC #SpiritNabawiyahCommunity #BertumbuhDanTerusMenginspirasi

Sabtu, 09 April 2022

Read Aloud, Sebuah Langkah Baru Meraih Kebermanfaatan

Barangkali istilah read aloud baru terdengar familiar di telinga tahun-tahun belakangan ini. Namun jika kita telaah maknanya, sejatinya kegiatan ini telah pula dilakukan oleh para orang tua sejak zaman orde lama meskipun juga tak banyak. Orang tua saya termasuk yang melakukannya pada saya. Ibu suka membacakan buku cerita dan mendongeng untuk saya sebelum tidur. Entah disadari atau tidak oleh ibu saya saat itu, saya bisa membaca di usia dini dan menjadi rakus dengan buku karena sering dibacakan buku. Perpustakaan sekolah menjadi tempat favorit saya ditambah bapak ibu memang rutin berlangganan majalah.

Saat saya menjadi ibu, saya pun melakukan hal yang sama kepada anak-anak saya. Hanya saja saya merasa ada yang salah ketika beberapa anak mulai kehilangan minat bacanya. Barangkali penyebab utama adalah kealpaan saya membersamai mereka saat saya masih bekerja di ranah publik dan lingkungan pada zaman mereka yang lebih banyak menawarkan tontonan visual bergerak semacam televisi dan gadget.
Belajar dari kesalahan tersebut, saya mencoba memperbaiki dan berusaha menggali ilmu lebih dalam lagi agar anak ke 5 yang lahir setelah saya memutuskan fokus di rumah saja bisa memperoleh pengalaman membaca yang jauh lebih menyenangkan dan menjadikannya mencintai kegiatan membaca. Sejauh ini saya adalah pembelajar otodidak. Namun kali ini saya ingin belajar secara formal untuk bisa menularkan dengan benar teknik read aloud kepada para ibu yang belum pernah membacakan ibu untuk anaknya.
Tetiba kesempatan belajar itu tiba meski bisa dibilang datang di saat yang tidak diinginkan karena saya sedang fokus berkegiatan dengan anak-anak Rumah Peradaban dan bersamaan pula dengan datangnya awal bulan Ramadhan. Namun kesempatan ini memang sudah lama saya tunggu jadi sangat sayang kalau dilewatkan begitu saja. Train of Trainer Read Aloud. Training ini sesungguhnya mewajibkan untuk membaca buku Read Aloud terlebih dahulu, namun saya izin untuk bisa ikut walau belum memilikinya. Saya memberanikan diri ikut dengan pengalaman yang saya miliki saja dalam membacakan buku kepada anak-anak.
Alhamdulillah selama 3 hari mengikuti training ini, saya bisa mengikuti dengan baik dan merasa sangat tercerahkan. Semangat menularkan kepada para ibu yang lain semakin menggebu karena itu adalah niat utama saya mengikuti training ini. Apalagi sejak saya menjadi pengelola RP, saya jadi tahu ternyata sangat sedikit ibu yang mau membacakan buku untuk anaknya atau mau membelikan buku untuk anak-anaknya. Anak-anak saya yang rutin dibacakan buku saja masih juga mengalami penurunan minat baca setelah mengenal gadget, bagaimana dengan mereka yang sama sekali tidak pernah dibacakan buku?

Read aloud ternyata berbeda dengan mendongeng. Mendongeng menggunakan kata-kata sendiri untuk menyampaikan sebuah cerita. Sedangkan membaca nyaring adalah benar-benar membacakan sebuah buku kepada anak yang pastinya dengan kata-kata yang ada dalam buku tersebut. Dalam hal ini bukan bagaimana menghabiskan sebuah buku dalam sekali duduk tetapi lebih pada bagaimana interaksi kita kepada anak. Tidak perlu lama bahkan, 10 menit setiap hari sudah cukup untuk membuat anak-anak mencintai membaca asalkan dilakukan dengan benar. Membaca nyaring juga membuat anak menjadi kaya kosa kata. Dan inilah ternyata jawaban mengapa anak bungsu saya, Hanum, di usia 3 tahun sudah banyak menggunakan kosa kata sulit dan bisa merangkaikan kalimat yang kompleks meskipun ada beberapa kata yang belum sempurna pengucapannya. Membaca nyaring juga membuat anak berpikir kreatif dan meningkatkan rasa ingin tahu mereka karena saat membaca kita bisa sambil berinteraksi menanyakan benda-benda yang ada dalam gambar atau sekedar pendapat mereka tentang gambar dan cerita tersebut. Di akhir cerita, kita tidak perlu buru-buru memasukkan nasihat namun lebih kepada mengecek pendapat mereka terhadap moral yang ada dalam cerita.

Anak yang terbiasa dibacakan buku akan bisa mencerna materi pelajaran dengan baik. Ia juga akan memiliki bekal lebih baik dalam menuangkan gagasannya dalam tulisan. Sayangnya belum banyak yang menyadari manfaat membacakan buku pada anak sejak dini. Ketrampilan sederhana berdampak besar. Itu kesimpulan saya terhadap read aloud ini.

Masih banyak lagi insight yang saya dapatkan untuk menyempurnakan keterampilan read aloud saya dalam training ini. Bahagia sekali bisa menyerap ilmu dari trainer keren ibu Roosie Setiawan yang telah malang melintang di dunia membaca nyaring sejak lama. Mendengar beliau membaca nyaring itu seperti kembali menjadi anak kecil yang nyaman dalam dekapan ibu. Dan begitulah sesungguhnya perasaan anak-anak saat kita bacakan buku dalam dekapan kita. Saya harus banyak berlatih terutama untuk bisa luwes bercerita di depan kamera. Entahlah, kamera ini masih belum begitu bersahabat dengan saya walau saya terbiasa berbicara di depan banyak orang. Barangkali karena satunya benda hidup, satunya lagi benda mati dan saya lebih nyaman berhadapan dengan benda hidupšŸ¤­

Lalu apa rencana saya setelah mengikuti training ini? Berseliweran rencana memenuhi kepala saya. Tapi hal pertama yang ingin sekali saya lakukan adalah menggandeng ibu-ibu di lingkungan saya untuk lebih peduli dengan minat baca anak-anak. Saya tahu tidak akan pernah mudah mengubah padangan olang lain, tentunya bukti nyata akan membuat orang lebih mudah menerima hal baru. Dan itu yang harus saya buktikan dengan keberadaan rumah peradaban yang saya kelola. Dua bulan kebersamaan dengan anak-anak RP membuat mereka seperti anak sendiri. Saya mendengarkan cerita dan curhatan mereka juga candaan mereka. Saya mencoba memahami latar belakang mereka yang beragam. Dan saya bahagia jika mereka merasa membutuhkan rumah peradaban ini lalu ingin selalu datang meski hujan mengguyur hampir setiap sore, tak menyurutkan niat mereka untuk datang. Saya menghargai kejujuran anak yang katanya tak suka mendengarkan kisah tapi dia termasuk paling rajin datang dan tetap mau mengikuti challenge membaca buku sirah. Anak yang di awal setoran bacanya bahkan tak tahu siapa nama tokoh cerita dalam buku balita. Tapi saya percaya dan berdoa kelak ia akan menjadi anak yang mencintai buku. Langkah yang pastinya masih sangat panjang untuk meraih kebermanfaatan yang lebih luas. Tapi setiap hal besar selalu di mulai dari hal kecil.
Yang pasti saya menjadi lebih bersemangat membacakan buku untuk anak-anak di rumah dan di rumah peradaban setelah mengetahui ilmunya.
Yuk, para ibu, bunda, emak, umi, dan para bapak, ayah, abi, kita bacakan buku untuk anak-anak kita setiap hari, cukup 10 menit saja! InsyaaAllah manfaatnya akan sangat luar biasa. Kalau kita betah banget keliling berbelanja, nonton drakor, atau berkegiatan lainnya, insyaaAllah tak akan berat menyisihkan 10 menit untuk anak-anak kita demi generasi yang lebih baik agar negara kita tidak lagi menjadi 5 terbawah dalam hal literasi. 
***
#totreadaloudbatch7
#spiritnabawiyahcommunity
#tesha_temansharing
#readingbugs

Kamis, 07 April 2022

Tentang Challenge Ramadhan

 


Memasuki bulan ke-2 sebagai pengelola Rumah Peradaban, saya selalu berusaha membuat anak-anak pengunjung RP betah dan mau terus membaca. Pada bulan pertama, prosentase baca anak-anak hanya sekitar 25-30% saja, sisanya lebih banyak permainan edukatif, praktik sains, dan berkreasi.
Pada bulan ke-2, bertepatan dengan bulan Ramadhan. Jujur di awal ingin fokus pada keluarga dan ibadah, namun melihat minat anak-anak, hati ini tergerak untuk tetap buka bahkan menambah hari buka menjadi Senin-Sabtu setiap sore. Itu pun anak-anak masih bertanya kenapa Ahad libur. Tapi tubuh yang tak lagi muda ini tentu perlu istirahat juga sekaligus merapikan kembali buku-buku sesuai dengan kategorinya karena seringkali anak-anak mengembalikan buku bukan pada kategorinya.
Dan untuk meningkatkan minat baca itu akhirnya saya membuat challenge membaca buku sirah selama bulan Ramadhan. Di luar dugaan, anak-anak ternyata antusias sehingga meningkatkan prosentase baca menjadi 50%. Tentu saja ini sudah cukup bagus mengingat banyak di antara mereka memang benar-benar belum mengenal budaya baca. Yang lebih menarik lagi, karena saya mewajibkan mereka untuk setoran buku dan akan saya tanyakan beberapa hal misalnya bagaimana jalan ceritanya, para tokohnya, apa hikmah yang diambil, maka saya jadi tahu siapa-siapa yang belum bisa baca dengan benar, yang bahkan nama tokohnya saja tidak tahu padahal bukunya balita yang di baca. Maka buat mereka saya tuntun bagaimana memahami isi cerita. Setelah dua kali setoran, mulai ada kemajuan bisa menceritakan kembali. Ada juga yang memang sudah keren bacanya. Buat mereka saya dorong agar membaca buku-buku yang lebih menantang agar tidak cepat bosan dan memiliki pengetahuan yang lebih luas. Tapi intinya, mereka butuh ditemani membaca dan dibacakan buku agar mereka semakin mencintai buku. Membaca itu sesungguhnya menyenangkan dan tidak perlu waktu lama tapi interaksi.



Kehebohan challenge Ramadhan ini dilengkapi dengan keikutsertaan saya dalam Train of Trainer Read Aloud selama tiga hari yang jamnya pas beririsan dengan jam berkunjung anak-anak RP. Jadi 1 jam pertama, saya ijin kepada mereka tidak dapat mendampingi karena saya sedang belajar. Mereka saya arahkan membaca mandiri, nanti setelah saya selesai belajar, bisa langsung setoran.
Begitu bisa setoran, mereka akan berebutan bahkan minta nambah terus. MasyaaAllah, semoga minat baca mereka semakin bertumbuh.
Kebersamaan bersama anak-anak RP tidak sekedar interaksi pengelola dan pengunjung. Saya menikmati bisa mengenal mereka lebih jauh, mendengarkan curhatan mereka, dan bahkan kebersamaan ini menjadi obat bagi saya. Tiap kali badan mulai tak nyaman, setelah dipaksa tetap membersamai mereka malah lenyap semua segala pusing, lelah, dsb. MasyaaAllah, tabarakallah.
Semoga program challenge Ramadhan ini bisa berjalan lancar hingga akhir. Dan tugas berikutnya adalah membuat program baru yang bisa terus meningkatkan minat baca anak-anak. Semoga senantiasa diberikan petunjuk dan kekuatan dalam menjalankan amanah para wakif. Aamiin
***

Senin, 04 April 2022

Hidangan Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan yang spesial, selayaknya disambut dengan suka cita. Biasanya para ibu mulai sibuk menyiapkan pula segala jenis hidangan spesial selama bulan ini. Begitu pun biasanya keluarga kami. Namun Ramadhan kali ini terasa berbeda. Bukan menu-menu spesial atau pesanan kue lebaran yang berseliweran dalam pikiran kami, tapi jadwal-jadwal padat yang penuh tantangan dari masing-masing anggota keluarga yang berjejer rapi di dinding ruang keluarga. Apalagi ada anggota baru dalam keluarga kami, Rumah Peradaban Al Husna yang baru berjalan seumur jagung. Jadwal-jadwal tersebut membuat kami sekeluarga harus kompak bekerja sama agar target pribadi kami selama Ramadhan tidak terabaikan. Maka kami memutuskan akan memasak sesimpel mungkin. Aku bertugas memasak untuk sahur dan kakak bertugas memasak untuk berbuka karena sore hari saatnya aku menemani anak-anak Rumah Peradaban. Hidangan setengah jadi menjadi pilihan misalnya ayam ungkeb, frozen food, dan bumbu siap pakai produksi teman yang tanpa msg juga sangat membantu. Kalau ada yang bisa disebut spesial adalah satu set teko dan gelas yang hanya dipakai saat momen-momen tertentu bersama keluarga tak peduli walau isinya hanyalah air putih.


Selain padatnya kegiatan, kesadaran bahwa puasa itu bukan saatnya memanjakan perut juga menjadikan kami tak lagi berlebihan memikirkan hidangan. Persiapan mental untuk memaksimalkan ibadah dan semangat menjadikan Ramadhan kali ini menjadi Ramadhan terbaik membuat perut bukan lagi menjadi bahasan utama. Alhamdulillah anak-anak sudah memasuki usia dewasa semua kecuali si bungsu Hanum. Jadi semua sudah bisa menerima segala sesuatu yang telah diputuskan bersama. Mencontoh Ramadhannya Rasulullah membuat kami berusaha lebih produktif saat berpuasa.

Ada satu menu lagi yang menjadi menu baru dalam Ramadhan kali ini yaitu menu buku sirah. Buku-buku ini menjadi santapan wajib bahkan sejak sebelum Ramadhan tiba. Setelah melewati hari kedua ini, begitu terasa nikmatnya bulan yang istimewa ini. Tak ada lagi keluhan atau pun ketidaknyamanan. Semua anggota keluarga berjalan sesuai tugasnya masing-masing. Alhamdulillah ala kulli hal. Sebagian biaya konsumi bisa dialihkan untuk kepentingan yang lebih mendesak yaitu persiapan sidang dan wisuda anak sulung. Sungguh indah Allah mengatur segalanya jika kita pandai bersyukur atas semua ketentuan-Nya baik atau pun buruk. Semoga Ramadhan ini sungguh menjadi Ramadhan terbaik sampai tahun ini dan Allah berikan pula kesempatan pada kami bisa menggapai malam lailatul qodar yang begitu diinginkan setiap muslim yang berpuasa. Semoga setelah Ramadhan berlalu, kami pun berubah menjadi manusia-manusia yang lebih baik, hamba Allah yang bertakwa dan bersemangat menempuh jalan yang dirihoi Allah. Aamiin YRA.

#TemaTantanganMenulisKLIP #TemaTantanganMenulisKLIP2022 #programKLIP2022 #KelasLiterasiIbuProfesional #ibuprofesional2022 #ibuprofesionalforindonesia #semestakaryauntukindonesia #womenincooLABoration #IP4ID2022 #KLIP2022MengantarCahaya