Jumat, 31 Maret 2017

My First Family Project: Peta Keluarga (2)



Malam ini seharusnya menjadi agenda rapat bersama. Sayang sekali kondisi sebagian keluarga tidak terlalu memungkinkan. Ayah sudah terlalu lelah dan mengantuk. Demikian juga dengan Dik Zalfa.
Akhirnya kami hanya berhasil mengumpulkan sedikit bahan tambahan buat peta keluarga berupa bendera kertas kecil bekas tusukan kue, dan hasil rapat yang tidak seberapa. Rapat penentuan agenda akan dilanjutkan esok hari yang kebetulan waktu berkunjung ke pesantren mbak Firda sehingga anggota keluarga lengkap dan ide-ide menarik diharapkan bisa bermunculan.
Konsep peta keluarga kami tidak sekedar berupa jadwal kegiatan selama setahun, tetapi juga merupakan salah satu upaya meningkatkan awareness anak-anak terhadap lingkungan sekaligus melejitkan kecerdasan anak-anak.
Apapun yang akan dilakukan dan diputuskan, intinya harus menyenangkan untuk semua anggota keluarga. Jadi ketika kondisi tidak memungkinkan maka tidak harus dipaksakan. Lebih baik menunggu saat yang tepat agar hasilnya nanti juga maksimal.
Point besar dari peta keluarga kami adalah:
1.  Jalan-jalan  dengan tema Bogor Explore. Alasannya adalah sebagai orang Bogor, kami harus lebih mengetahui tentang Bogor agar makin cinta Bogor. Paling tidak jika ada orang yang bertanya tentang Bogor, kami bisa menjelaskan dengan baik.
2. Family Project minimal sebulan sekali dan bisa lebih jika ada long weekend.
3. Program sedekah keluarga.
4. Keterlibatan seluruh keluarga.

Ternyata membuat peta keluarga tidak semudah yang saya bayangkan. Perlu pemikiran yang mendalam dan keseriusan.
 Semoga esok kondisi keluarga sudah lebih baik sehingga peta keluarga kami akan mengalami kemajuan yang berarti.
***

Membangun Komunitas, Membangun Peradaban: KOORDINATOR RUMBEL


Ketika masih bebas boleh mengikuti banyak rumah belajar di IIP, saya merasa santai saja mengikuti beberapa Rumbel yang menurut saya merupakan passion saya. Namun ketika harus memilih maksimal 2 Rumbel, saya menjadi galau. Rumbel mana yang harus saya pilih, padahal menurut saya, rumbel-rumbel yang saya ikuti memang saya butuhkan semua. Tetapi kemudian saya berdialog dengan diri sendiri dengan dasar hasil akhir matrikulasi IIP, maka saya memutuskan untuk memilih Rumbel Menulis dan Bogor Go Green.
Kedua Rumbel ini sangat berbeda. Rumbel Menulis sudah cukup solid dan ramai. Saya merasa nyaman menjadi anggotanya.
Sangat berbeda dengan Rumbel Go Green. Anggotanya tidak terlalu banyak dengan tipe anggota yang silent reader dan super pasif. Barangkali, anggota dari Rumbel ini memang ibu-ibu super sibuk, karena sebagian besar memang merupakan ibu bekerja juga. Jujur saja, sebagai salah satu koordinator Rumbel, terkadang saya merasa gemas, ketika seringkali hanya segelintir orang yang bersuara didalam Rumbel. Situasi ini bahkan nyaris membuat saya menyerah. Tetapi di sinilah tantangannya. Rumbel ini adalah wadah bagi saya untuk menyalurkan passion. Barangkali kegiatan Go Green memang tidak terlalu populer dikalangan masyarakat dibandingkan kegiatan menjahit, craft, boga, bisnis, bahasa dll. Go Green identik dengan ribet dan kurang kerjaan serta kurang memiliki nilai jual. Namun saya menjadi teringat prinsip yang dipakai IIP dalam berbagi dan melayani:

Andaikata ada 1000 ibu yang mau memperjuangkan kepedulian pada lingkungan, maka salah satunya adalah SAYA

Andaikata ada 100 ibu yang mau memperjuangkan  kepedulian pada lingkungan maka salah satunya, pasti SAYA

Andaikata hanya ada 1 ibu saja yang mau memperjuangkan  kepedulian pada lingkungan maka, ITULAH SAYA

Prinsip itulah yang membuat saya memilih bertahan di Rumbel Go Green ini, menjadi bagian dari koordinator Rumbel. Komunitas ini juga sejalan dengan komunitas saya di masyarakat tempat tinggal saya yaitu komunitas bank sampah yang sedang dalam tahap newbie.
Saya bertekad bisa membuat Rumbel ini sejajar dengan Rumbel lain di IIP Bogor yang bahkan sudah siap Go internasional. Sebuah mimpi panjang yang harus diraih dengan kondisi member yang minim dan pasif.
Tetapi tidak ada masalah tanpa jalan keluar selama kita mau berusaha. Saya akan mencoba memaksimalkan kemampuan saya dalam pengolahan barang bekas sehingga memiliki daya tarik dan nilai jual bagi member agar terlibat aktif. Sesungguhnya para member sudah memiliki semangat yang sama yakni peduli pada lingkungan, tinggal bagaimana kita bisa meraih mereka, jika perlu dengan pendekatan personal agar bisa saling memberikan energi dalam meningkatkan kepedulian pada lingkungan.
Saya juga akan mencoba menyambungkan komunitas saya di masyarakat dengan komunitas saya di IIP ini agar apa yang saya lakukan menjadi lebih maksimal.

Tahun ini adalah tahun penuh tantangan bagi keberlangsungan keberadaan Rumbel go Green. Seleksi member sepertinya perlu dilakukan. Sedikit tetapi berkualitas daripada banyak tetapi  ompong. Dengan kualitas member yang aktif dan benar-benar memiliki passion dalam lingkungan hidup, maka tahun depan bisa dicanangkan sebagai tahun kebangkitan Rumbel go Green.
Kegiatan-kegiatan yang perlu diaktifkan antara lain melakukan kegiatan ws rutin sebulan sekali, diskusi aktif, kulwap Go Green, sharing tips lingkungan, pameran hasil karya, penjualan hasil karya dan mendokumentasikan kegiatan yang sudah dimulai tahun ini.
Semoga langkah kecil ini menjadi sumbangsih bagi keberlangsungan bumi di masa depan. Aamiin
***

#nhw10
#matrikulasikordi
#IIP

Kamis, 30 Maret 2017

My First Family Project: Peta Keluarga


Mendapat tantangan untuk membuat family Project itu sesuatu banget untuk saya. Seperti biasa karena waktu. Yang kedua karena anak-anak sedang menghadapi UTS dan Tryout untuk persiapan Ujian Nasional. Akhirnya baru malam inilah kami sempat membahas proyek keluarga kami.
Beberapa usulan muncul. Kak Hasna mengusulkan untuk membuat kue dan ayah mengusulkan untuk membuat peta tahunan keluarga kami. Karena belum libur, maka usulan ayah menjadi proyek pertama keluarga kami, MEMBUAT PETA KELUARGA.
Apa itu peta keluarga? Peta ini adalah rencana kegiatan keluarga kami selama setahun. Peta ini akan dibuat cantik dan menarik sehingga layak untuk dipajang di dinding rumah dan akan menjadi pengingat kami akan kegiatan yang harus kami lakukan. Sehingga misi keluarga kami akan menjadi lebih terarah.
Koordinator proyek ini adalah Kak Hasna. Mas Fatih dan Dik Zalfa bertugas mencari bahan hiasan sekaligus membantu menghiasnya. Ayah dan Mama sebagai supervisor.
Malam ini kami baru berhasil mengumpulkan sebagian bahan-bahan yang ada. Peta keluarga kami hanya akan menggunakan barang-barang bekas yang ada di rumah.
Lalu bagaimanakah kelanjutan peta keluarga kami? Mari kita tunggu perkembangannya esok hari.
***

Family Project


Salah satu aktivitas yang bisa kita jalankan di keluarga sebagai sarana belajar seluruh anggota keluarga dalam meningkatkan komunikasi keluarga, melatih kemandirian dan menstimulus kecerdasan adalah projek keluarga.


πŸ“Œ APA ITU PROJEK KELUARGA

*Projek keluarga* adalah aktivitas yang secara sadar dibicarakan bersama, dikerjakan bersama   oleh seluruh atau sebagian anggota keluarga dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara bersama pula.


πŸ“Œ CIRI-CIRI PROJEK KELUARGA

a.    Fokus pada proses, bukan pada hasil
b.    Sederhana
c.    Menyenangkan
d.    Mudah – Menantang
e.    Memiliki durasi pendek


πŸ“Œ KOMPONEN PROJEK KELUARGA

a.    Sasaran
SMART : Specific, Measurable, Achiveable, Reliable, Tangible
Maksimum 3 sasaran.
b.    Sarana
Alat dan Bahan yang diperlukan.
Dana yang diperlukan ( apabila ada)
c.    Sumber Daya Manusia
Penanggungjawab
Pelaksanan
d.    Waktu
Jadwal Pelaksanaan
Durasi
e.    Nama Projek
Berikan nama khusus terhadap projek yang dikerjakan keluarga.


πŸ“Œ BAGAIMANA CARANYA MEMANTAU PROJEK KELUARGA

*Lakukan APRESIASI bukan EVALUASI*

Apabila sudah menjalankan projek keluarga maka segera buat forum apresiasi keluarga diantara jeda projek tersebut, apabila projek memiliki durasi lebih dari 1 minggu – 1 bulan. Apabila projek hanya berdurasi 1-3 hari, maka lakukan pada akhir projek berjalan.

Anak-anak belum memerlukan evaluasi, yang kita lakukan hanya memberikan apresiasi saja, karena hal ini penting untuk menjaga suasana selalu menyenangkan dan  membuat anak senantiasa bersemangat dalam mengerjakan projek selanjutnya.

Apabila ada hal-hal  yang kita rasa penting untuk diperbaiki atau diubah strateginya, maka cukup anda catat saja, simpan dengan baik bersama satu file catatan projek ini, dan buka kembali saat kita dan anak-anak akan merencanakan projek berikutnya. Hal ini akan lebih membuat perencanaan kita lebih efektif, karena anak-anak akan melakukan perubahan menjelang  melakukan projek, bukan diberitahu kesalahan setelah melakukan sebuah projek. Efek yang muncul akan sangat berbeda.


πŸ“Œ BAGAIMANA CARA MENGAPRESIASI

Perbanyaklah membuat forum keluarga saat sore ngeteh bersama, atau sepekan sekali saat akhir pekan. Di IbuProfesional, forum keluarga seperti ini  terkenal dengan nama *“MASTER MIND”*. Bagaimana cara menjalankan master mind, ciptakan suasana yang santai di rumah, kemudian tanyakan 3 hal saja:
a.    Ada yang punya pengalaman menarik selama menjalankan projek ini?
b.    Apa yang sudah baik?
c.    Minggu depan apa yang akan kita lakukan?


πŸ“Œ CONTOH PROJEK KELUARGA

*Nama Projek*  : WARNAI DUNIA WARNAMU

*Gagasan* : Sudah 2 tahun cat tembok rumah tidak pernah berganti, kali ini anak-anak punya ide, dengan diskusi pertanyaan berikut, mengapa cat rumah itu kok satu warna? Bagaimana jika rumah itu warna-warni? Mengapa tidak kita cat tembok rumah kita warna warni?

*Pelaksanaan* : Tentukan durasi waktunya, misal  hari Minggu, 26 Maret 2017, tentukan penanggungjawabnya (PIC), kasih jabatan misal  “Jendral Cat Warna”. Berikan ruang sang jendral untuk mengambil keputusan terhadap segala tantangan yang muncul selama projek berjalan.

*Nama Projek* :  SUNDAY LIBRARY

*Gagasan* : Anak-anak sangat senang membaca, banyak buku yang sudah terbaca, tidak dibaca lagi. Anak-anak ingin berbagi manfaat . Mengapa perpustakaan itu harus bentuk bangunan? Bagaimana jika perpustakaan itu bergerak dari satu tempat ke tempat lain? Mengapa tidak kita membuat perpustakaan keliling setiap minggu di event Car Free Day?

*Pelaksanaan* : Tentukan waktunya, setiap hari minggu, tentukan PIC mingguannya, kasih jabatan misal “Library man”, berikan ruang sang library man dan tim untuk menghadapi tantangan  yang muncul selama projek berjalan


*AMATI, TERLIBAT, TULIS*

πŸ“Œ AMATI
*Aspek Komunikasi Produktif*
Bagaimanakah pola komunikasi anak-anak kita selama menjalankan sebuah projek?


*Aspek Kemandirian*
Apakah sudah makin terlihat tingkat kemandirian anak-anak dalam mengerjakan projek?


*Aspek Kecerdasan*
Bagaimana cara anak meningkatkan rasa ingin tahunya? ( IQ), bagaimana cara anak mengelola emosi selama projek berjalan ?(Emotional Intellegence/EI), Bagaimana cara anak meningkatkan kebermanfaatan dirinya dengan projek tersebut? ( Spiritual Intellegence. SI), Bagaimana cara anak mengubah masalah menjadi peluang ( Adversity Intellegence,AI)


πŸ“Œ TERLIBAT
Dalam setiap projek yang dibuat libatkan diri kita, para orangtua, untuk menjadi bagian anggota tim, asyik menjalankan bersama sebagai pembelajaran. Belajarlah menjadi follower yang taat pada keputusan leader. Saat menyelenggarakan master mind, bergantilah peran menjadi fasilitator yang baik.


πŸ“Œ TULIS
Tulis pengalaman kita setiap hari baik cerita gagal maupu cerita sukses dalam menjalankan projek demi projek., baik cerita bahagia maupun cerita mengharubiru. Alirkan rasa anda setiap hari.


Selamat mengunci ilmu dengan amal anda,


🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿🌿


Sumber: Materi Bunsay Institute Ibu Profesional

Sabtu, 18 Maret 2017

Aliran Rasa: Menanamkan Kemandirian pada Anak

Menumbuhkan sikap kemandirian tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Hsenisa mungkin dimulai sejak dini.
Ketika tantangan ini diluncurkan, sejujurnya saya bingung harus bagaimana. 10 hari? It's so impossible to do for me. Seperti disampaikan dalam materi bunsay,   melatih kemandirian harus dilakukan sejak anak masih bayi. Sementara anak-anak saya sudah beranjak remaja.
Berangkat dari didikan orang tua saya dulu, saya sudah terbiasa mandiri sejak kecil karena kedua orang tua saya bekerja dan saya hanya tinggal bersama kakek nenek, dimana nenek saya berada dalam kondisi lumpuh setengah karena stroke. Saya sudah bisa memasak sejak TK dengan instruksi dari nenek, menyapu halaman rumah yang luas, membantu mencuci baju sekeluarga sejak SD, menyetrika baju, bahkan bisa membuat kolam kecil dari semen dan membuat rak kecil dari triplek gegara saya suka nongkrongin kakek saya membangun konstruksi atau memperbaiki barang-barang rusak. Saya juga yang melayani keperluan nenek hingga menyisir rambut nenek.
Sampai dewasa, saya baru menyadari, segala tingkah laku saya saat ini sangat dipengaruhi oleh teladan dari kedua orang tua dan kakek nenek saya.
Memasuki dunia pernikahan, saya bertekad kelak anak-anak saya juga harus bisa mandiri. Tantangan berat kemudian saya hadapi ketika suami ternyata sangat bertolak belakang dengan saya. Dia tipenya proteksionis. Ditambah dengan asisten yang cenderung tidak mau repot.
Saya membiarkan anak-anak berkotor ria, suami dan asisten melarang, saya suka anak-anak membantu pekerjaan rumah, suami dan asisten tidak sabar, saya membiarkan anak melakukan kegiatan menantang, suami khawatir berlebihan.
Saya mencoba berkomunikasi dengan suami dan asisten bahwa apa yang saya lakukan adalah demi kebaikan mereka di masa depan. Alhamdulillah suami bisa memahami meskipun secara praktiknya tetap belum bisa meninggalkan kebiasaan sebelumnya secara total. Sehingga kemandirian yang saya idamkan terasa masih bolong di sana-sini. Beruntungnya, asisten saya tidak menginap dan setiap weekend sengaja saya liburkan sehingga saya dan suami bisa bebas membentuk karakter mereka sesuai keinginan.
Tantangan kemandirian ini kemudian menjadi momentum buat saya untuk introspeksi dan menambal bolong-bolong pendampingan program kemandirian buat anak-anak.
Jika pada materi bunsay dikatakan bahwa  melatih kemandirian dilakukan sejak anak dikatakan bukan bayi lagi, saya bahkan sudah mulai mengajarkan toilet training sejak anak usia 1 bulan. Saya memperhatikan kebiasaan anak buang air. Kemudian 'mencatur' nya pada jam-jam tertentu misalnya setiap bangun tidur. Di awal-awal saya lakukan sambil duduk pakai dingklik karena bisa sampai pegal menunggu pipisnya. Tetapi rupanya anak belajar bahwa dalam posisi itu saatnya ia untuk buang air. Semakin dia besar, sebelum bepergian, anak wajib ke toilet dan begitu sampai tujuan juga langsung ke toilet lagi. Kebetulan anak-anak saya kurang suka menggunakan popok sekali pakai.  Kalaupun dipakaikan biasanya tetap tidak mau buang air di popok dan harus dilepas dulu baru pipis. Mungkin sudah terbiasa pipis sendiri. Mau tidur dan bangun pun demikian. Alhasil anak-anak hampir tidak pernah mengompol.
Ketika hujan turun, saya membiarkan anak-anak main hujan-hujanan bahkan terkadang saya dan suami juga ikutan.
Anak-anak saya biarkan untuk mengatasi masalahnya sendiri misalnya mengambil mainannya yang jatuh dikolong, maka dia akan mencari alat untuk bisa meraihnya. Ketika mau meraih barang yang tinggi, dia mengambil kursi untuk naik. Meskipun khawatir jatuh, saya biarkan dengan tetap mengawasinya. Anak kedua saya, Hasna, dan anak keempat, Zalfa, mempunyai passion memasak. Saya biarkan mereka berkreasi di dapur bersama teman-temannya. Mereka akan saling berbagi tugas untuk masing-masing membawa bahan-bahan​ kue dan dimasak di dapur rumah kami. Saya hanya mengingatkan agar setelah selesai, peralatan masaknya dicuci kembali.
Anak-anak saya bagi tugas masing-masing, ada yang membereskan ruang tamu, kamar tidur, buka jendela, dll.
Saya dan suami juga sepakat menumbuhkan jiwa enterpreneur pada anak-anak. Kami membelikan alat tulis dan stiker untuk dijual ke teman-teman mereka. Terkadang juga menjualkan gelang manik-manik buatan saya dibantu anak-anak. Ketika booming slime, Hasna mencari sendiri cara membuatnya dan menjualnya melalui Instagram.
Tapi masih ada beberapa masalah misalnya mencuci. Karena semua dicuci kan asisten, anak-anak belum terbiasa mencuci. Maka begitu menjelang mereka masuk pesantren, saya harus mengajarkan keterampilan itu. Seperti tahun ini, sayapun mulai mengajarkan Fatih untuk mencuci pakaian dalamnya sendiri meskipun dia laki-laki dan pakaian nya nanti akan dilaundry. Kalau menyetrika malah sudah mereka kuasai terlebih dahulu. Mulanya saya ajarkan dengan cara saya cabut kabelnya ketika setrika sudah panas dan belajar menyetrika yang kecil-kecil dulu.
Kemudian saya juga memberikan tanggung jawab yang lebih jelas kepada masing-masing anak. Jika diperlukan, saya buat perjanjian tertulis dengan mereka, misalnya ketika si bungsu Zalfa belum dapat mengendalikan cara berkomunikasinya yang cenderung berteriak yang kemungkinan besar terbawa karena melihat asisten dan suami yang memang suaranya tinggi. Saya mencoba berkomunikasi dengan suami agar mengurangi tone tinggi suaranya. Dan dengan perjanjian dan punishment yang jelas jika dilanggar, Zalfa berhasil mengurangi tone tinggi suaranya.
Saya juga mencoba memberikan tanggung jawab lebih kepada Fatih misalnya dengan membantu memasakkan makanan untuk adiknya sehingga harapan saya, momen seperti itu juga dapat menumbuhkan kasih sayang di antara mereka.
Kebetulan pada periode tantangan terdapat hari-hari ketika saya harus keluar kota dan ada hari ketika asisten tidak masuk karena sakit. Disinilah kesempatan buat saya agar mereka tetap bisa menjalankan kemandirian tanpa saya dan berani tinggal sendiri di rumah. Tentu dengan pembekalan what to do dan not to do, juga kepada siapa mereka harus minta tolong jika terjadi sesuatu. Hal tersebut penting saya lakukan karena saya sudah berniat untuk tidak mencari pengganti asisten jikalau asisten saya yang sudah hampir 10 tahun ikut saya ini mengajukan berhenti.
Alhamdulillah, sejauh ini bolong-bolong itu mulai tertambal. Namun saya sangat memahami bahwa apa yang saya lakukan ini masih jauh dari sempurna sehingga saya tak boleh merasa puas atau lengah. Karena ketika saya lengah dan menjadi tidak konsisten, maka anak-anak sangat mungkin akan meninggalkan kemandirian yang telah mereka raih.
Semoga dengan terus bergabung di kelas ini, semangat memperbaiki diri sekaligus akan terus terjaga. Karena mustahil kita bisa mengajarkan anak-anak kebaikan jika kita sendiri belum meraihnya.
***
Tajurhalang, 18 Maret 2017

#aliranrasa
#bunsay
#kemandirian

Kamis, 09 Maret 2017

Bermain dan Bertanggung Jawab

Keasyikan bermain tidak boleh membuat anak terlena hingga kelelahan dan melupakan kewajibannya.
Hari ini, pesanan mainan Lego datang. Mas Fatih dan adik Zalfa langsung antusias bermain. Mereka berdua memang paling suka bermain bongkar pasang. Namun jika dibiarkan, mereka bisa lupa waktu. Maka sebelum bermain, harus dipastikan sudah melaksanakan kewajiban yang lain seperti sholat dan nanti setelah selesai harus membereskan sendiri mainannya.

Begitulah, mereka segera menyelesaikan kewajibannya dan bermain bersama. Saat waktu menunjukkan pukul 9 malam, sudah saatnya permainan selesai. Meski berat, mereka pun membereskan mainan dan segera tidur.

Rabu, 08 Maret 2017

Rutinitas

Tidak ada yang spesial hari ini. Semua berjalan sebagaimana mestinya. Keyikaayah harus antar jemput saya ke stasiun, anak-anak sudah terbiasa sendiri mengurus dirinya. Biasanya saya menyempatkan untuk mengecek apakah sudah sholat atau belum.
Pagi ini kakak bangun pagi dan sholat malam lalu belajar. Setelah sholat Subuh mengaji sebentar.  Bekal makan siang juga menyiapkan sendiri. Uang saku sudah dikasih seminggu sekali agar berlatih mengelola uang.
Mas Fatih yang akhir-akhir ini agak susah bangun pagi untuk ke masjid bersama ayah. Kemungkinan karena tidurnya terlalu larut.
Yang masih menjadi pe er buat saya adalah si bungsu Zalfa yang paling susah bangunnya. Minggu depan, saya akan fokus pada latihan disiplin waktu untuk Zalfa. Setidaknya saat ini dia sudah bisa bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai direktur mainan dan buku. Semoga ke depan semakin baik.


Selasa, 07 Maret 2017

Aku bisa bertanggung jawab

Hari ini kakak Hasna ujian praktek memasak ayam cabai hijau. Segala kebutuhan dia siapkan sendiri. Memasak bagi kakak bukan sesuatu yang aneh karena hobinya memang memasak. Benar saja, masakannya sukses dan ludes buat makan siang bersama kelompoknya.
Sementara itu, meskipun si bibik sudah masuk hari ini, anak-anak tetap menjalankan rutinitasnya sendiri, menyiapkan baju, mandi, dll. Saya selalu bilang sama anak-anak agar tetap meringankan pekerjaan bibik agar tidak kecapekan dan sakit.
Malamnya, saat kami berkumpul bersama sambil minum kopi dan makan roti, tiba-tiba adik menumpahkan salah satu gelas kopi. Saya memintanya untuk bertanggung jawab, mengambil kain pel dan membersihkan tumpahan kopi.
Alhamdulillah, lelah perjalanan di KRL tadi terbayarkan, bisa berkumpul dengan anak-anak dalam bahagia.

Senin, 06 Maret 2017

Sendiri di Rumah

Permasalahan pokok ibu bekerja adalah ketiadaan asisten rumah tangga yang menjaga anak-anak di rumah. Selama puluhan tahun memiliki asisten, keluarga kami lebih suka dengan asisten yang pulang pergi sehingga setelah kami orang tua, selesai bekerja, kami bisa full mengurus anak-anak tanpa ketergantungan terhadap asisten. Semakin ke sini, mencari asisten itu tidaklah mudah. Maka seiring usia anak-anak yang semakin dewasa, kami sudah sepakat jika asisten kami yang sekarang sudah tidak bisa lagi bekerja pada kami, maka tidak akan ada asisten lagi yang baru. Anak-anak pun sudah kami biasakan mengerjakan segala jenis pekerjaan rumah, dari membereskan tempat tidur, mencuci piring, sampai memasak sederhana.
Asisten kami yang sekarang sudah hampir 9 tahun ikut keluarga kami sejak kelahiran anak ke 4. Hari ini dia ijin tidak masuk karena sakit. Mas Fatih segera menawarkan untuk di rumah sendiri bersama adik sepulang sekolah. Qodarullah, kakak Hasna mengeluh kepalanya pusing sehingga tidak jadi masuk sekolah dan bis menmani adik-adiknya nanti saat mereka pulang.
Saya dan suami tetap masuk kerja. Ketika pulang, ternyata meskipun sakit, kakak Hasna dan adik-adiknya menyempatkan mencuci pakaian pakai mesin cuci. Saya tinggal meneruskan menjemurnya.
Hari ini kebetulan pula barang dagangan datang sehingga bertumpuk-tumpuk kardus bekas bungkusnya masih berantakan belum sempat dirapikan saat saya pulang. Adik pun segera ikut membantu saya merapikan kardus-kardus tersebut.

Alhamdulillah, hari ini terlalui dengan baik meskipun tidak ada asisten rumah tangga. Kemandirian anak sangat terlihat pada saat seperti ini. Semoga ini menjadi bekal mereka kelak dewasa.

Minggu, 05 Maret 2017

Aku Bisa Mandiri, Mah!

Setiap hari Minggu, asisten di rumah kami juga libur. Maka semua pekerjaan rumah menjadi tanggung jawab kami sekeluarga. Pagi hari, seperti biasa anak-anak membantu menyiapkan sarapan. Setelah itu mereka harus menyelesaikan standard paginya (mandi, makan, dan tanggung jawabnya sebagai komandan) sebelum mereka main.
Siang hari setelah sholat dhuhur dan makan siang, saya dan suami ijin sama anak-anak untuk menyelesaikan urusan sekaligus menengok anak tetangga yang sedang di rawat di rumah sakit. Sepulang dari rumah sakit, saya cukup surprise, anak-anak sudah selesai mandi, rumah sudah rapi, dan piring kotor sudah bersih. Tinggal bersiap menunggu guru Tahfidz nya datang. Masih ada waktu sebentar yang kemudian saya manfaatkan untuk melatih mas Fatih belajar mencuci baju.


Begitu guru Tahfidz datang, tanpa berebut Giliran kak Hasna langsung mengambil giliran pertama, mas Fatih kedua, dan adik Zalfa ketiga. Hari ini mas Fatih ingin makan Indomie. Menurut aturan di rumah, makan mie instan hanya diperbolehkan dalam jangka waktu tertentu dan atas seijin saya. Maka setelah gilirannya selesai, mas Fatih membuat mie sendiri berikut membuatkan untuk adiknya yang masih mengaji.

Senangnya melihat mereka rukun dan bisa melaksanakan kewajibannya dengan baik. Ternyata tanggung jawab yang dibebankan pada mereka membuat mereka semangat untuk menjalankan kemandiriannya. Alhamdulillah

Sabtu, 04 Maret 2017

A Hectic Day

Rencana belajar mencuci bersama mas Fatih, hari ini belum dapat terlaksana. Seharian kami sekeluarga bepergian sampai malam. Pagi hari, anak-anak semua membantu menyiapkan sarapan. Ada yang menggelar tikar, menyiapkan piring dan sendok. Setelah itu, satu persatu mandi dan berangkat sekolah. Kebetulan hari ini kakak dan mas Fatih ada pemantaban di sekolah.
Sepulang sekolah, kami melanjutkan acara dengan belanja bulanan. Anak-anak juga sigap membantu. Ada yang mendorong keranjang belanjaan, yang lain membantu mengambilkan belanjaan sehingga belanja cepat selesai.
Selesai belanja, sampai di rumah kami sudah berbagi tugas karena harus segera berangkat lagi ke pesantren mbak Firda. Mas Fatih segera mandi, adik menyiapkan baju sambil menunggu giliran mandi dan kakak membantu saya membereskan belanjaan dan menyiapkan makanan yang akan di bawa ke pesantren untuk makan bersama. Selesai mandi mas Fatih menyiapkan minuman yang akan dibawa.
Alhamdulillah, padatnya kegiatan hari ini dapat terselesaikan semua dengan baik berkat kerja sama dengan seluruh keluarga. Saya terus mengingatkan bahwa di rumah ini ada aturan yang sudah disepakati dan ditaati bersama, jadi tindakan yang tidak sesuai dengan artinya tidak bisa diterima.

Jumat, 03 Maret 2017

Rindu

Dalam perjalanan pulang dari dinas luar kota, yang terbayang adalah reaksi anak-anak saat melihatku. Dan benar saja, begitu mereka pulang sekolah langsung mencari ku ke kamar dan berteriak "Mama....!" Bahagiaaaa rasanya.
Selesai ngobrol-ngobrol, saatnya mereka melaporkan tugasnya. Alhamdulillah, sejauh ini tugas mereka sebagai manager berjalan dengan baik. Namun tetap saja ada kekurangan di sana-sini yang perlu diperbaiki. Peraturan rumah menjadi lebih terjaga dengan dituliskan. Jika perlu ditandatangani kedua belah pihak agar tidak dapat mengelak dari kewajiban.
Besok saatnya mengajari mencuci baju dan memasak kepada anak-anak.

Kamis, 02 Maret 2017

Lapor, komandan!

Jarak yang jauh tak menghalangi pengawasan terhadap anak-anak. Seperti kali ini ketika saya harus melaksanakan dinas ke luar kota, saya tetap melakukan pengawasan terhadap anak-anak.
Manager kerapihan melaporkan, kondisi rumah aman terkendali dan rapi. Jenderal sampah juga melaporkan aman. Sementara itu, direktur mainan dan buku melaporkan, buku aman, tapi mainan belum bisa masuk kotak mainan semua karena ada mat yang menutupi bagian kotak sehabis dicuci akibat kena muntahan adik semalam.
Begitulah perkembangan para komandan hari ini. Semoga esok bisa lebih baik lagi.

Rabu, 01 Maret 2017

Para Komandan


Hari ini, tanpa disuruh, mas Fatih bangun Subuh sholat ke masjid bersama ayah. Pulang dari masjid langsung melipat baju muslimnya dan merapikan tempat tidur. Well done my boy.
Dan kepada anak-anak tercinta, saya menyampaikan lowongan pekerjaan dirumah untuk mereka pilih yaitu:
1. Manager kerapihan
2. Jenderal sampah
3. Direktur mainan dan buku

Checklist juga disusun bersama dan selanjutnya akan dikontrol oleh masing-masing komandan. Tugas utamanya adalah memastikan kerapihan, kebersihan dan buku serta mainan berada pada tempatnya. Jika ada yang melanggar, komandan berhak untuk mengenakan denda sesuai kesepakatan yang telah ditentukan.
Kakak Hasna memilih no 1, mas Fatih mi 2, dan Adik no 3.
Besok saya harus pergi keluar kota. Semoga saya tetap bisa mengontrolnya dengan baik.