Minggu, 24 Februari 2019

Aliran Rasa Pembekalan Kelas Bunsay


Sebenarnya aku termasuk yang beruntung bisa mengikuti kelas bunsay batch 1 di tahun 2017 lalu. Sayang karena sesuatu dan lain hal aku tidak dapat menyelesaikannya dan hanya dapat mengikuti separuh perjalanan. 
Saat itu tak ada yang namanya pembekalan ataupun persaingan ketat masuk kelas bunsay. Berbeda jauh dengan bunsay saat ini. Untuk masuk saja harus bersaing di regional kemudian nasional. Tapi enaknya periode sekarang ada pembekalan yang bisa jadi pemanasan buat teman-teman yang benar-benar baru masuk kelas bunsay dan buat ngalemesin tangan dan otak kembali buat yang remedial macam aku yang kelamaan ga nulis. Trus di ruang pembekalan kita juga bisa belajar teknik dan aplikasi yang digunakan dalam kelas bunsay nanti sehingga orang gaptek kayak diriku gak bengong saat perkuliahan nanti. Ah, emak-emak jadi ga kalah canggih sama kaum milenial nih. 
Di ruang pembekalan kita juga jadi tahu kurikulum perkuliahan seperti apa trus jenjang apa yang bisa ditapaki oleh member dengan menyelesaikan tahapan perkuliahan nanti. Pastinya sih bisa saling menyemangati antar sesama teman dag dug menunggu pengumuman lulus masuk bunsay. 
Semoga kami semua dariregional. Bogor bisa lolos semua dan bisa mengikuti kuliah bunsay hingga lulus aga bisa memberikantang terbaik untuk keluarga maupun masyarakat.  Aamiin

#semangatbundasayang
#IPbogorbergerak



Kamis, 21 Februari 2019

Melibatkan Pasangan untuk Mendidik Anak.


Uh,  ini PR yang luar biasa dimana saya dan suami betangkat dari latar belakang yang berbeda. 
Saya berasal dari keluarga pendidik yang terbiasa dengan disiplin,  kreatifitas dan sentuhan keagamaan yang bisa dibilang cukupah untuk jaman itu. Sedang suami berasal dari keluarga pedagang dan agak kurang dalam sentuhan agama. Namun sisi positifnya,  kami berangkat dengan niat yang sama. Menyempurnakan separuh agama dan meniatkan pernikahan ikami sebagai ibadah. 
Di awal kehidupan rumah tangga, kami hanya mengalir begitu saja tanpa kesepakatan visi misi keluarga yang jelas.  Maklum sama-sama minim ilmu parenting. Bersukurlah teman-teman yang saat ini sdh bertebaran sarana untuk belajar parenting. Beda banget dengan jaman saya memulai kehidupan berumah tangga 22 tahun yang lalu. 
Saya lebih dominan dalam menentukan pendidikan anak karena merasa kelamaan menunggu arahan dar٢خاقكi suami terkait arah mana yang hatus ditempuh. Yang saya lakukan pun lebih banyak trial and error. 
Alhamdulillah,  belajar di IIP membuat saya mengenal komunikasi produktif dan banyak ilmu yang bisa diterapkan dalam pendidikan anak-anak. 
Hasil dari komunikasi produktif bersama suami membuat saya tahu bahwa arah keluarga kami adalah bermanfaat bagi ummat,  pas sama seperti prinsip yang selalu saya anut. Jadi sesungguhnya secara tidak kami sadari kami telah melangkah di jalan yang sama. Arah pendidikan anak-anak menjadi lebih tertata. 
Selain itu, suami merupakan tipe orang yang tidak suka digurui. Kalau saya yang bicara sering masuk telinga kanan keluar lewat telinga kiri. Akhirnya saya suka paksa suami ikutan juga dalam beberapa workshop yang diadakan IIP. Dan pandangan beliau terkait pentingnya ilmu parenting dalam pendidikan anak menjadi lebih terbuka ketika mengikuti workshop bersama pak Dodik dan bu Septi. Apalagi pas selesai acara sempat berbincang langsung dengan pak Dodik. 
Lalu muluskah kolaborasi kami dalam mendidik anak-anak selanjutnya? 
Tidak semudah itu. Banyak faktor yang sangat berpengaruh sehingga masih sering terjadi riak-riak di antara kami. Namun yang pasti, tidak menimbulkan perselisihan seperti sebelumnya. Apalagi beliau memang tipe suami yang suka membantu pekerjaan rumah apapun jika diperlukan termasuk pembagian belajar anak sesuai dengan kekuatan masing-masing. Suami kuat di ilmu eksak sedang saya di ilmu sosial.
Sampai saat ini kami masih terus belajar bersama memantaskan diri menjadi orang tua yang pantas buat anak-anak hebat kami meskipun si sulung kami sudah menginjak dewasa dan sudah duduk di bangku kuliah. Apalagi sebentar lagi kami akan mendapatkan amanah baru dengan hadirnya anak ke lima. Artinya ini saat yang tepat untuk menerapkan ilmu parenting yang telah kami pelajari mulai dari awal. 
Semoga kekuatan cinta kami dan niat ibadah karena Allah sanggup mengantarkan keluarga kami menuju jannah-Nya. Aamiin

#semangatbundasayang
#IPbogorbergerak

Selasa, 19 Februari 2019

(Masih) Tentang Konsistensi dan Komitmen.

Di hari pertamaku menjalani a new life ini, aku berhasil menerapkan baca al ma'tsurat tanpa lupa dan tanpa alarm. Alarm alaminya dah ketemu. Setelah sholat shubuh dan tilawah,  langsung lanjut masak sambil baca al ma'tsurat. Hanya saja untuk dzikir yang dibaca 100 kali jadi tidak pakai hitungan lagi akhirnya. Pokoknya baca aja sebanyaknya. Dan ketika ada yang interupsi ngajak ngobrol, jadi musti ingat2 sampai mana tadi terakhir bacaannya. 
Sore juga begitu.  Selesai sholat Ashar,  langsung baca. Nah saat petang ini yang paling banyak interupsi karena memang bersamaan dengan banyaknya aktifitas bersama keluarga. 
Tapi setidaknya aku sudah menemukan kuncinya yaitu langsung kerjakan,  jangan ditunda. 
Dan kunci ini sepertinya juga bisa diterapkan untuk banyak hal lain. Salah satu yang akan aku konsistenkan lagi adalah menulis.  Ya,  lama sekali aku gak menulis lagi hingga kaku tanganku,  beku otakku. 
Sekarang ga ada alasan untuk ga nulis lagi. Ada saat siang yang longgar ketika anak2 sekolah dan suami kerja. Harusnya disitu menjadi waktu produktifku untuk berkarya baik menulis ataupun berkreasi lainnya. Walaupun untuk saat ini mungkin belum bisa maksimal karena sedang menyambut kedatangan new baby. Kita lihat saja apakah aku berhasil menerapkan teori 21/90 ini. 

#semangatbundasayang
#IPbogorbergerak

Senin, 18 Februari 2019

Membangun konsistensi dan komitmen



Mudah gak sih? Yang jelas gak semudah membalik telapak tangan.  Kalau menurut Maxwell dalam artikelnya mak Ika Pratidina, perlu , waktu 21 hari untuk menjadikannya habit dan 90 hari untuk menjadikannya lifestyle. Atau kalau menurut Felix Siauw,  perlu 30 hari untuk menjadikannya habit. Kalau bolong ditengah-tengah berarti harus mulai dari awal lagi.
Ah,  ini pas banget dengan momen hari ini. Hari terakhirku berkantor sekaligus saatnya restart my life. Salah satu kebiasaan yang ingin kutanamkan adalah membaca al ma'tsurat. Saat aku menjadi working mom, kebiasaan itu sungguh mudah dilakukan. Tinggal baca saat di atas motor lanjut di krl saat berangkat dan pulang. Begitu di rumah,  seringnya kelupaan karena pagi harus nyiapin sarapan dan keperluan sekolah anak atau kantor untuk suami trus lanjut bebenah dan tau-tau udah siang aja. Sore pun begitu,  setelah sholat ashar bebenah rumah dll, eh dah mau magrib aja. 
Sekarang, berhubung gak ngantor lagi, gak boleh terlena terus, harus tetep konsisten seperti sebelumnya. Salah satu cara yang akan kucoba adalah dengan membunyikan alarm sebagai pengingat untuk membaca al ma'tsurat. I will start tomorrow,  the first day as FTM. Bismillah. Semoga bisa konsisten dan komitmen karena Al ma'tsurat itu bisa menjadi sarana ruqyah mandiri yang menjaga kita dari kemaksiatan yang mengancam kita setiap hari. 

#semangatbundasayang
#IPbogorbergerak

Jumat, 15 Februari 2019

Pembekalan Bunsay

Menyesal itu memang selalu datang belakangan. Begitulah yang saya alami dalam mengikuti perkuliahan Bunda Sayang (bunsay)  di batch 1. Bukan menyesal ikut kuliahnya,  tapi menyesal tidak berhasil menuntaskan hingga akhir alias cuti sehingga saya harus berjuang lagi agar bisa ikut remedialnya. Padahal saat itu persaingan tidak seketat sekarang bahkan bisa dibilang tidak ada persaingan buat masuk kelas bunsay. Habis lulus matrikulasi langsung cuss bisa masuk bunsay. Giliran sekarang,  persaingan begitu luar biasa ketatnya. Kuota yang tersedia untuk wilayah Bogor hanya 50 orang dan langsung penuh dalam waktu 11 menit begitu kran pendaftaran dibuka. Ya Allah,  rasanya gimana gitu dulu menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Dan sedihnya lagi, sedikitnya kuota untuk Bogor diakibatkan oleh minimnya fasilitator yang berasal dari Bogor. Entah kenapa saya jadi tergerak buat bisa memfasilitasi teman-teman supaya lebih banyak yang punya kesempatan untuk bisa melanjutkan kelas bunsay.
Namun saya disayang,  saya belum lulus bunsay,  bagaimana mau jadi fasilitator? Dari sini saya membulatkan tekad kembali untuk melanjutkan perjuangan di kelas bunsay disamping memang untuk memperbaiki pola parenting dalam keluarga saya. Apalagi saat ini saya sedang menanti kelahiran buah hati yang ke 5, saat yang tepat untuk mempersiapkan mental dan ilmu untuk mengasuh anak-anak sesuai dengan keprofesionalan seorang ibu. Saatnya memperbaiki kesalahan dan kekurangan dalam pendidikan anak dimasa lalu.
Mengingat tantangan bunsay semakin berat dan saya tak mau gagal untuk yang kedua kali,  saya mencoba menyiapkan diri dan keluarga untuk mengikutinya,  terutama restu suami agar nantinya beliau bisa mensupport saya semaksimal mungkin hingga akhir.
Ini juga menjadi salah satu niatan saya untuk mengalihkan fokus saya yang akan segera bertransformasi dari working mom menjadi full time mom. Saya berharap tetap bisa berbuat sesuatu untuk orang lain dan juga masyarakat yang lebih luas dengan berbuat lebih banyak di komunitas ibu profesional ini.
Alhamdulillah sudah lolos di tahap regional. Tinggal menunggu dengan kepasrahan untuk bersaing dengan ibu-ibu yang sangat bersemangat belajar di seluruh wilayah disertai doa semoga lolos dalam seleksi pusat. Apapun yang terbaik menurut Allah.

#semangatbundasayang
#ibuprofesionalbogorbergerak