Jumat, 25 Maret 2022

Bersahabat dengan Demam

Indonesia tercinta ini merupakan negeri yang ajaib. Banyak hal-hal tidak rasional yang dipercayai oleh masyarakat dari masyarakat bawah hingga atas. Banyak "katanya" lebih dipercayai dibanding hasil penelitian yang resmi dari para ahli. Demikian halnya dengan demam.

Sejak zaman nenek moyang dulu masyarakat Indonesia telah terbiasa menggunakan obat tradisional untuk melawan penyakit termasuk melawan demam yang dianggap sebagai penyakit. Padahal demam sesungguhnya adalah sebuah mekanisme tubuh untuk melawan bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuh. Semakin berat penyakit yang dilawan, demamnya akan semakin tinggi. Namun pandangan yang beredar dalam masyarakat saat ada keluarga yang demam terutama jika yang demam itu si kecil, maka orang tua akan buru-buru memberikan obat penurun demam atau bahkan membawanya ke dokter yang mana sebagian besar dokter Indonesia akan langsung memberikan antibiotik untuk menyembuhkannya. Jika demam yang harusnya bermanfaat itu buru-buru diusir, akibatnya tubuh tidak terbiasa melakukan perlawanan terhadap penyakit.
Apakah kemudian demam tidak boleh diturunkan? Tidak juga demikian. Jika demam itu tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu menggangu aktifitas, maka sebaiknya dipantau saja. Upaya yang bisa dilakukan adalah meningkatkan daya tahan tubuh agar imunitas ikut naik. Bisa juga dengan dibantu kompres. Namun jika demam dirasa mulai mengganggu misalnya anak tidak mau makan, nyeri, lesu dsb maka tidak mengapa memberikan obat demam yang aman dengan dosis yang sesuai buat usia dan berat badan anak.
Imbas kebiasaan masyarakat yang gampang panik dan ingin sembuh secara instan ini sesungguhnya sangat berbahaya. Saya ambil contoh penyakit yang umum, saat anak terkena batuk pilek langsung pergi ke dokter agar cepat sembuh. Padahal kuncinya adalah pada kesabaran. Dan entah bagaimana mulanya dokter-dokter di Indonesia masih banyak yang hobi memberikan antibiotik atau pun obat racikan yang di dalamnya biasanya selalu ada antibiotik. Apakah mereka ini tidak tahu bahaya penggunaan antibiotik tidak pada tempatnya? Pastinya mereka lebih paham dari masyarakat awam. Terkadang orang tua menjadi sok tahu dan tidak sabaran menuntut dokter untuk memberikan obat yang ' mujarab'. Walhasil, pola tersebut telah membentuk kebiasaan tidak rasional dalam penggunaan obat. Alhamdulillah saat ini mulai banyak dokter yang menerapkan praktik rational ussage medicine (RUM).
Demikian pula halnya saat orang dewasa terkena batuk pilek. Awalnya mereka pergi ke dokter dan diberikan obat termasuk antibiotik walau diagnosanya belum ditegakkan. Padahal penyakit karena virus bisa sembuh dengan sendirinya dengan imunitas yang baik. Ketika kemudian mereka sembuh, mereka langsung tidak mau melanjutkan minum obat lagi padahal antibiotik itu harus dihabiskan sesuai dosis agar tidak menimbulkan resistensi terhadap antibiotik. Dan kelak ketika merek sakit yang sama langsung beli obat yang sama di apotik. Sungguh mengerikan jika makin banyak masyarakat yang berbuat demikian. Penyakit akan semakin kebal dan tak mempan lagi dengan obat-obatan yang ada. Kalau sudah seperti itu, tinggal sesal tak lagi berguna.
Jadi mulai sekarang yuk kita bersahabat dengan demam dan gunakan obat secara rasional teemasuk penggunaan obat tradisional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar