Rabu, 23 Maret 2022

Keluargaku Sayang


Terlahir dalam sebuah keluarga broken home, aku tidak bisa merasakan kasih sayang orang tua yang lengkap selama beberapa tahun kehidupanku. Aku tinggal bersama ibu dan keluarga besar ibu tanpa mengenal bapak atau keluarga bapak. Aku hanya mendengar cerita tentang bapak dan saudara-saudaraku dari pihak bapak. Tentu saja secara versi ibu.

Saat usiaku 5 tahun, aku 'terpaksa' menerima bapak baru akibat terlalu banyak dijejali kisah horor tentang bapak tiri. Aku pun menjadi pemberontak kecil untuk menunjukkan protesku. Alhamdulillah, kebesaran hati bapak baruku membuatku mulai menerimanya dengan sepenuh hati. Bahkan kemudian bagiku, dia adalah bapak yang sesungguhnya bagiku. Kasih sayangnya tak sedikit pun berbeda dibandingkan dengan kasih sayangnya terhadap anaknkandungnya hasil pernikahan dengan ibuku. 

Setelah aku dewasa, aku mulai belajar mengenal bapak kandung dan keluarganya karena kebetulan tempatku menuntut ilmu di bangku perkuliahan dekat dengan rumah bapak. Aku menyadari bagaimanapun ia pernah mengabaikanku, ia tetap bapakku, yang paling berhak menjadi waliku. Namun sesungguhnya jauh di lubuk hatiku aku belum bisa memaafkan sepenuhnya masa lalu itu. Ketika kedua bapakku dan juga ibu telah kembali menghadap Illahi, aku senantiasa mendoakan ketiganya walau tetap ada rasa berbeda di antara dua bapakku. Dia memang bapak kandungku, tapi tak pernah mengurusku sementara bapak tiriku sepenuh jiwa menyayangiku. Kisah itu membuat aku mengalami inner child yang berimbas pada caraku mendidik anak-anak karena aku belu bisa memaafkan masa lalu dengan sempurna. Beruntungnya aku orang yang suka belajar dan aku menyadari bahwa seorang ibu tak akan bisa mendidik anak-anaknya dengan baik jika ia tak bahagia dan masih memendam inner child yang belum terselesaikan. Maka segala cara aku lakukan untuk membuang semua rasa negatif itu demgan memohon pertolongan kepada Allah SWT. Benarlah kini aku bisa mulai melelaskan semuanya dengan terus mendoakan beliau dan menjaga hubungan dengan saudara-saudara se bapak. Bersyukur juga saudara-saudaraku itu juga mau menjaga silaturahim denganku.

Aku banyak belajar tentang kepahitan sebuah keluarga broken home sekaligus ketulusan orang-orang terdekat. Pastinya aku tak ingin anak-anakku akan mengalami hal yang demikian. Berangkat dari situ, aku melangkah ke dunia pernikahan dengan niat karena Allah agar di setiap perbedaan, aku dan suami bisa selalu memiliki hal yang sama yaitu semua karena Allah. Allah telah memberikan tuntunan dan contoh terbaik dlaam berkeluarga yaitu Rasulullah. Tak ada kurikulum yang terbaik selain kurikulum keluarga ala Rasulullah. Banyak pedidikan keluarga yang aku pelajari dan praktikkan sebelum mengenal parenting Rasulullah, tak bisa membantuku menjadi orang tua yang baik, dan kembali kepada Allah melalui yang dicontohkan oleh Rasulullahlah aku menemukan cara terbaik membersamai keluarga. 

Rasulullah mengajarkan agar kita pertama kali mengajarkan pada anak tentang penciptanya. Kemudian bertahap mengajarkan adab pada awal-awal kehidupan mereka. Setelah itu barulah mengajarkan ibadah dan syariat. Urutan pendidikan tersebut membuat anak memiliki akhlak yang baik dan kedekatan dengan Allah dan Rasulullah sehingga ketika mereka beribadah atas dasar kecintaan dan bukan sekedar kewajiban ataupun ketakutan akan neraka. Pendidikan terbaik apapun tanpa di awali dengan pendidikan adab hanya akan menghasilkan orang-orang pintar minus akhlak hingga tak heran banyak sekali hacker-hacker muda, koruptor, dsb. Belum lagi ditambah dengan pengaruh gadget yang tidak bisa kita nafikkan. 

Perjuangan memang masih panjang, namun keyakinan akan pendidikan ala Rasulullah adalah yang terbaik membuatku yakin Allah akan senatiasa memberikan pertolongan dalam mendidik anak-anak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar