Kamis, 28 April 2016

[Cermin] Malaikat Sunyi

Lelaki itu gelisah mendengar kasak kusuk orang-orang di kantor. Uang kas kantor raib Rp1,5 juta. Uang itu masih di dalam amplop di laci meja bendahara dan baru ditinggal sebentar ke toilet. Tak mungkin orang luar karena tak ada  yang rusak. Argh...! Gelisah itu menjadi ketakutan ketika pimpinan kantor marah dan mengancam akan memecat si pelaku jika benar orang dalam. Kursinya mendadak panas menunggu waktu pulang. Hari itu ia tak banyak kata.
Jam kantor usai. Lelaki itu bergegas menuju parkiran motor. Motor tuanya dikebut menuju sebuah wilayah kumuh. Motor ia titipkan di warung di ujung gang. Langkahnya berhenti di depan pintu sebuah rumah sangat sederhana kalau tak bisa dibilang gubuk. Salamnya berbalas lirih suara perempuan tua dari dalam rumah.
" Masuk saja, tak dikunci!"
Di dalamnya, seorang perempuan tua tergolek lemah di atas dipan. Begitu mengenali wajahnya, perempuan itu berusaha bangun namun dilarangnya. "Terima kasih atas segala bantuannya, Nak! Semoga Allah yang membalas kebaikanmu." Ia tersenyum getir. Didengarkannya perempuan itu bercerita tentang keluarganya.
Sampai di rumahnya sendiri, sepulang dari rumah wanita tua itu, gelisahnya tak juga sirna. Dipecat? Sungguh tak sebanding dengan uang 1,5 juta itu. Apa yang harus dilakukannya? Matanya nyaris tak memejam semalaman.
Esoknya ia berangkat lebih pagi, ia mampir ke rumah babah Hong pemilik toko emas kenalannya. Diserahkannya bungkusan kecil yang dibawanya dari rumah yang segera berpindah tangan dan bertukar dengan amplop putih cukup tebal. Dihitungnya sebentar. Diapun bergegas menuju kantornya tak lupa berterima kasih pada babah Hong. Kantor masih sangat sepi saat dia sampai. Tak ada seorangpun di dalam ruangan. Amplop dari Babah Hong ditaruhnya di laci bendahara. Ia bersembunyi di toilet beberapa saat menunggu orang lain datang. Kebat kebit hatinya saat bendahara yg terkenal jujur itu melihat kelebatnya dan memangilnya. "Apa kau lihat seseorang masuk ruanganku?" ia menggeleng pelan. "Memang kenapa?"
"Ada yang mengembalikan uang yg hilang. Dia menulis pesannya di amplop itu. Katanya cuma dipinjam sebentar karena terpaksa. Ya sudahlah, yang penting uangnya sudah kembali."
"Bagaimana dengan kemarahan bos?"
"Ah, gampang. Aku bisa bilang amplopnya ketlisut." Lelaki itu memendam lega dlm hati, menghindari kecurigaan di hati sang bendahara.
Usai membereskan administrasi di mejanya, ia bergegas menemui sesorang lelaki muda yang tengah menunggu penumpang di pangkalan ojek. Ia kaget saat dipanggil. "Masuklah kerja, Ban. Semua sudah beres." Lelaki muda bernama Bani itu ternganga.
"Bapak tahu?" lirih ucapnya. Lelaki itu mengangguk.
"Maafkan saya, pak," Bani tertunduk.
"Seharusnya kamu bilang saja padaku. Aku ini juga bapakmu, Ban."
Bani kian tertunduk.
Sore, lelaki itu pulang dengan lega meskipun masih menyisakan sedikit ganjalan, permintaan maaf kepada istrinya karena terpaksa menjual perhiasan peninggalan demi membantu Bani, anak sahabatnya yang telah meninggal dunia karena kecelakaan dan meninggalkan keluarganya hidup dalam kemiskinan.
***

#odopfor99days
#day84

Tidak ada komentar:

Posting Komentar