Jumat, 31 Oktober 2025

Upcycling, My Healing

Kita pasti sudah sering mendengar istilah upcycling dan recycling. Keduanya merupakan proses daur ulang sampah anorganik. Lalu apa bedanya?
Upcycling adalah proses daur ulang sampah menjadi barang baru yang memiliki nilai lebih tinggi tanpa menghilangkan wujud asli barang tersebut. Fungsinya untuk memperpanjang masa pakai barang. Misalnya baju sobek, dipotong-potong dan di jahit menjadi celemek atau hiasan yoyo art. Sedangkan recycling adalah menghancurkan barang untuk selanjutnya diolah menjadi barang baru yang bisa saja memiliki bentuk, nilai dan fungsi yang sama atau berbeda dengan barang sebelumnya. Biasanya untuk recycling dilakukan oleh industri dan membutuhkan alat khusus dengan biaya yang lebih besar. contohnya plastik diolah menjadi plastik kembali.
Mengapa kita harus upcycling?
Sebagai orang yang beriman, mengelola sampah yang dihasilkan sendiri adalah sebuah kewajiban sebagaimana diaebutkan dalam Qs. Ar Rum 41  yang artinya:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Masih banyak lagi ayat-ayat yang sejenis, yang menunjukkan bahwa Allah sangat memperhatikan tetang lingkungan. Selain itu, Allah itu indah dan menyukai keindahan. Allah itu bersih dan menyukai kebersihan. Sebagai orang beriman, tentunya kita wajib menjaga lingkungan. Mungkin sebagian besar kita berkata, rumahku sudah bersih kok. Tapi bagaimana dengan di luar sana? Sampah yang kita hasilkan di rumah, kita buang ke luar agar rumah kita bersih. Sampah tidak terolah, hanya berpindah tempat dan menjadi masalah baru. Karena itu kita harus mulai peduli untuk minimal memilah sampah dari rumah dan menyetorkan ke bank sampah atau memberikan kepada yang membutuhkan. Lebih baik lagi jika kita bisa mengolah sendiri sampah yang kita hasilkan. Hal tersebut merupakan wujud pertanggungjawaban kita terhadap Allah. dengan demikian, sesungguhnya melakukan cegah -pilah -olah bukan lagi menjadi sebuah pilihan. Yang menjadi pilihan adalah prosesnya. Idealnya kita bisa semua. Kalau belum bisa, pilih yang bisa. Pilihan mencegah, tentu sampahnya sedikit bahkan gak ada. Mungkinkah? 

Jika kita tidak bisa mencegah timbulan sampah secara keseluruhan, pilahlah lalu salurkan atau olah. Dan disinilah kita, akan membahas tentang mengolah sampah melalui upcycling.
Upcycling itu ribet gak, sih? Aku kan gak kreatif. Aku gak punya waktu, dll. Pertanyaan dan pernyataan di atas sering menjadi momok bagi kebanyakan orang sehingga tidak mau mencoba mengolah sendiri sampahnya.
Bahkan ada yang sudah mencoba mengumpulkan sampahnya,  akhirnya dibuang juga karena tidak dipakai-pakai alias nyampah di dalam rumah. Yang perlu dilakukan adalah mencoba. Dari sekian banyak mencoba, pasti akan menemukan satu atau malah banyak hal yang bisa dilanjutkan.
Buat saya pribadi, upcycling ini justru menjadi sarana healing saya.
Menurut istilah, healing adalah sebuah proses penyembuhan jiwa, perasaan, batin, atau pikiran. Healing dapat membantu menyembuhkan gejala psikologis seperti depresi, kecemasan, gugup, dan khawatir. 
Ternyata healing tidak hanya sebatas liburan atau jalan-jalan, tetapi juga dapat dilakukan dengan cara-cara lain, seperti:

- Me-time, yaitu menghabiskan waktu dengan diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang berkaitan dengan hobi atau ketertarikan 

- Menulis ekspresif, seperti journaling, untuk menuangkan perasaan dan melakukan refleksi diri 

- Memaknai masa lalu secara positif 

- Melakukan meditasi 

- Berdialog dengan diri sendiri 

- Melakukan aktivitas dengan penuh kesadaran 

- Istirahat yang cukup 

- Menjaga pola makan 

- Respect terhadap diri sendiri 


Healing yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau akar permasalahan justru hanya akan menjadi sarana untuk menghindari masalah. Misalnya, masalah kita adalah sampah yang banyak. Lalu kita healing dengan jalan-jalan keluar kota atau kulineran. Bukannya menyelesaikan masalah, justru menambah masalah karena pulang jalan-jalan uang habis, menghasilkan sampah lebih banyak, masalah belum terselesaikan.
Lalu bagaimana kita menjadikan upcycling bisa menjadi sarana healing?

- Segala sesuatu tergantung niat, maka luruskan niat. Apapun niatnya, niatkan untuk kebaikan dan ibadah.

- Sampah yang kita hasilkan berbeda. Putuskan mau mencoba atau fokus pada sampah apa. Biasanya kalau saya, saya pilih sampah yang paling banyak dihasilkan dan tidak diterima di bank sampah.


- Lakukan dengan sadar dan sabar.

- Fokus dan terus belajar. Kalau sudah ketemu kliknya, Jangan kemaruk mau mengerjakan semua hal karena hanya akan menambah masalah baru.

-Libatkan keluarga, bisa sama suami atau anak untuk membuat project bersama.

- Apresiasi diri saat berhasil, sekecil apapun itu adalah prestasi. Patut diapresiasi.

- Bergabung di komunitas sejenis akan sangat membantu untuk menjaga semangat.

- Berbagilah, sesungguhnya berbagi ilmu adalah cara mengikat ilmu yang paling baik. Bisa di medsos atau pun secara langsung


Saat kita mengetahui apa yang kita lakukan itu bermanfaat maka akan memberikan energi positif dan ketenangan. Seperti kata bijak, jika engkau ingin bahagia, bahagiakanlah orang lain.


Ayo, mulai mengolah sampah kita dan dapatkan bonus ketenangan jiwa!

Kamis, 30 Oktober 2025

Roller Coaster Mengasuh Anak Beda Generasi.


Disclaimer:

Ini adalah sebuah cerita, pengalaman pribadi dalam pengasuhan anak selama 25 th. Jika ada yang sesuai, silahkan dipakai, jika tidak, boleh ditinggalkan.

***

Saya adalah seorang ibu dengan lima anak, 4 perempuan dan satu laki-laki. Anak pertama berusia 25 tahun, dan yang paling kecil beeusia 6 tahun. 

Jarak usia anak dan gender yang tidak seimbang memberukan tantangan yang luar biasa dalam mengasuh mereka. 

Pada awalnya saya  bekerja di ranah publik selama 29 tahun. Waktu yanga saya habiskan untuk bekerja kurang lebih 10 jam/hari ditambah waktu perjalanan 3-4 jam/hari.

Meski saya bekerja di luar, tapi saya selalu mengkhususkan waktu untuk anak-anak. Membacakan buku, mendongeng sebelum tidur, bermain, dan mengajari belajar.  Bahkan juga masih menyempatkan diri untuk memasak buat keluarga. Pokoknya sebelum berangkat, semua urusan anak sudah beres, dari mulai mandi, makan, dan persiapan ke sekolah. Jadi saat asisten rumah tangga datang, tinggal melanjutkan pekerjaan lainnya dan menjaga anak saat mereka pulang sekolah.

Semua berjalan dengan baik. Apalagi saat itu belum marak gadget seperti sekarang. Main gadget hanya saat liburan maksimal 2 jam. Tontonan juga dibatasi. Mereka saling menjadi polisi satu sama lain. Hingga anak ke empat yang memiliki cara belajar kinestetik mulai membutuhkan perhatian saya lebih banyak. Akhirnya saya memilih untuk resign dari pekerjaan. Sebagai PNS, proses resign berjalan cukup lama. Apalagi sempat ditahan oleh sama atasan karena menyayangkan jika keluar begitu saja.

Pada saat proses resign, qodarullah saya mendapat amanah lagi, anak ke lima. Jarak 11 th antara anak ke 4 dan ke 5 membuat saya merasa menjadi orang tua baru di zaman yang baru pula. Zaman dimana gadget seperti kacang goreng.

Saya kembali belajar pengasuhan anak dari nol. Dari situ saya menyadari banyaknya kesalahan pengasuhan di masa lalu dan berniat memperbaikinya baik untuk anak-anak yang sudah dewasa maupun yang baru lahiran. 

Namun segetol apapun saya belajar parenting, tidak serta merta membantu saya mengatasi masalah pengasuhan anak. Tumpukan emosi dalam diri saya, unfinished busines di masa lalu, peran baru sebagai full time mom, dan masalah emosi lainnya membuat saya mengalami stress yang cukup berat dan kadang meledak. Saya sering menyalahkan diri kenapa nggak cepat resign. Hal ini sangat menghambat mempraktikkan teori parenting macam apapun. Akhirnya saya sadar, saya harus membenahi diri sendiri dulu. Baru bisa mendidik anak dengan baik.

Saya mengatur ulang prioritas sesuai kebutuhan dan kondisi keluarga saat ini. Misalnya, tenaga saya tidak muda lagi. Kalau dulu saya bisa mengerjakan banyak hal, sekarang sudah mulai berkurang energinya. Jadi benar-benar prioritas utama yang didahulukan yaitu keluarga. Karena alasan utama resign adalah anak, maka berkegiatan lain hanya bisa dilakukan selama prioritas utama sudah selesai atau tidak terganggu.

Ketika saya selesai dengan diri sendiri, saya mulai merasa enjoy membersamai anak-anak. Karena saya tipikal orang yang senang belajar, saya juga berusaha melahap berbagai teori parenting yang bertebaran di dunia maya. Saya belajar menjadi ibu bagi balita sekaligus remaja dan dewasa. Namun terkadang itu membuat saya bingung dan kehabisan waktu. Akhirnya saya belajar fokus dengan mengikuti kelas parenting yang terstruktur sehingga pengetahuan yang saya dapatkan bisa utuh, tidak sepotong-sepotong. Kalau pun ada tambahan lain, saya mengambil yang bisa mendukung parenting yang sedang saya pelajari. Yang penting praktiknya jalan. Bukan sekedar belajar teori tanpa praktik.

Namun demikian, tantangan memiliki anak beda generasi di usia yang mendekati senja memang membutuhkan effort lebih. Berikut tantangan yang saya hadapi dalam pengasuhan:

1. Usia anak yang jauh berbeda-beda. Akibatnya si bungsu yang lucu menjadi mainan kakak-kakaknya yang gemes dan kadang berlebihan menjahilinya. Ibaratnya sudah rapi-rapi diajarin, digodain terus membuat si bungsu menjadi suka berteriak-teriak. Ternyata lebih susah membenarkan luka lebih susah. Jadi harus banyak-banyak pula memberi pengertian kepada para kakak bahwa hal tersebut kurang baik bagi perkembangan adiknya. 

2. Beda kebijakan. Karena kakak-kakaknya sudah dewasa. Mereka memang membutuhkan gadget untuk komunikasi dan tugas-tugas sekolah atau kuliah. Jadi gadget tidak dilarang. Sementara yang bungsu memang tidak boleh pegang gadget. Solusinya, ada jam free gadget setiap hari yang biasanya dimanfaatkan untuk kegiatan bersama keluarga. Kalau sedang bermain sama adik, juga dilarang bermain gadget agar adik tidak terpancing. Selain itu untuk si adik juga diberikan pengertian bahwa gadget tdk baik untuk anak kecil. Alhamdulillah sejauh ini dia paham.

3. Punya 4 anak perempuan dan 1 lelaki di era maraknya lgbt juga tantangan tersendiri. Saya harus bisa memberikan pendidikan seksualitas sejak dini, rajin memantau kegiatan dan pergaulan anak, memberikan batasan yang jelas pada anak terkait konsep laki-laki dan perempuan, serta sering ngobrol sama mereka tentang apa saja agar kita tahu pemahaman anak.

4. Usia orang tua yang  tidak lagi muda. Usia balita adalah usia anak senang bergerak. Sayangnya orangbtua seringkali kurang bisa mengimbangi geraknya. Gak bisa ikut main lompat2an atau permainan fisik berlebihan. Karena lutut juga sudah rentan. Yang penting anak selalu diberi pengertian. anak pengertian. Tetap memberikan anak akses berkegiatan fisik dengan instruksi yang jelas walau kadang tdk bisa memberi contoh. Nah, disini saya bisa minta bantuan kakaknya jika diperlukan.

5. Pemahaman yang berbeda saat belajar bersama. Di keluarga kami terbiasa mengadakan taklim atau belajar bersama saat free gadget hour. Kadang juga diselingi recalling. Terkadang karena pemahaman yang beda, harus ada dua sesi karena yang paling kecil belum memahami tema yang diangkat. Atau kadang berbagi tugas dengan suami untuk pegang yg kecil atau yang besar. Alhamdulillah sekarang kalau untuk berkisah atau materi ibadah sudah bisa nyambung. Tapi kalau sedang membahas soal dewasa harus tetap terpisah.

6. Tantangan yang lain adalah, eksistensi diri. Saya orang yang senang di rumah. Saya bisa betah di rumah bersama keluarga atau berkebun dan membuat craft sebagai kesibukan tambahan. Namun saya juga orang yang senang berbagi pengetahuan. Hal itu juga menjadi kebutuhan pokok saya walau tidak rutin. Yang menjadi hambatan adalah, si bungsu tidak suka melihat saya asik dengan gadget. Jadi saya masih sering menahan diri untuk eksplore di bidang ini. Solusinya saya mengambil peran yang bisa saya lakukan sambil membersamai si kecil Hanum. Misalnya dengan menjadi pengelola Rumah Peradaban (rumah baca). Disana saya bisa berbagi dengan anak-anak dan orang tua mereka sekaligus bermain dengan Hanum. Hanum juga bisa dapat teman di sana.

Selain tantangan, ada juga enaknya. Karena saya senang belajar dan berkomunitas, seringnya teman-teman saya itu  masih muda-muda. Jadi berasa ikutan muda terus deh☺️

Hikmah yang saya ambil dari perjalanan pengasuhan anak saya adalah: keluarga itu nomor satu karena merupakan amanah langsung dari Allah. Saya sungguh takut jika kelak dihisab ternyata saya belum mendidik anak dengan baik. Apalagi saat usia anak masih dibawah 7 tahun, pendidikan anak seyogyanya orang tua yang pegang, bukan asisten, sekolah atau pesantren. Mereka semua hanya membantu saja. Arah pendidikan anak tetap kita yang menentukan. Jika kita berhasil mendidik anak hingga usia 12 th, maka selanjutnya insyaAllah akan lebih mudah. Begitu pesan guru neuroparenting saya. Dan sebagai seorang muslimah yang baik, saya masih terus belajar menjadi orang tua, untuk anak yang kecil maupun yang sudah dewasa, belajar menyiapkan diri menjadi mertua dan menjadi nenek. 

***


Rabu, 29 Oktober 2025

Pudarnya Empati Di Masa Kini


Beberapa waktu lalu sempat membaca  cerita tentang seorang guru yang melakukan social experiment.

Ia menggulingkan bak sampah dan menunggu apakah akan ada siswa yang membalikkannya. Dari sekian banyak siswa bahkan guru yang lewat, hanya ada 1 anak yang peduli untuk membalikkan tong sampah itu.
sebelumnya pernah juga membaca cerita seorang pelamar kerja yang diterima karena dia dengan kesadaran sendiri mematikan air kran yang dibiarkan meluber. Ia tidak menyadari bahwa, pengujinya memasang kamera untuk menunggu pelamar yang mau tergerak hatinya mematikan kran.
Apa yang dilakukan oleh siswa dan pelamar tersebut merupakan ciri kuat sebuah sikap empati yaitu, peduli terhadap lingkungan. Sayangnya, sikap empat ini semakin memudar di zaman sekarang. Yang sering kita saksikan adalah hujatan berjamaah di media sosial atas perilaku orang lain, tanpa berusaha mengetahui kebenarannya. Belum lagi banyaknya pejabat amoral yang melakukan korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Kasus terbaru yang cukup viral adalah pelajar yang tampar gurunya karena kedapatan merokok namun justru orang tuanya memperkarakan guru tersebut kepada pihak berwenang. Sungguh perilaku yang akan menjadi bumerang dimasa depan yaitu, rusaknya perilaku generasi penerus bangsa. Lalu, apa sih sebenarnya empati itu?
Empati adalah kemampuan untuk memahami apa yang dirasakan orang lain orang lain, melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, serta membayangkan dirinya pada posisi orang tersebut. Orang yang memiliki sikap empati akan senang membantu orang lain dan senang mendengarkan orang lain.
Sikap empati ini bisa ditumbuhkan antara lain dengan cara:

Memperbanyak bergaul dengan orang yang memiliki latar belakang berbeda.


Memperhatikan bahasa tubuh dan bentuk komunikasi nonverbal, misalnya mimik muka, saat berkomunikasi dengan orang lain.


Berusaha untuk mendengarkan cerita orang lain sebaik mungkin tanpa menyela.


Mencoba untuk memahami orang lain walau sebenarnya tidak setuju atau tidak sependapat dengannya.


Sering-sering menempatkan diri pada posisi orang lain.


Sikap empati sangat penting dimiliki oelh seseorang karena memiliki peran penting dalam hubungan sosial. Orang dengan empati yang baik akan mudah membangun hubungan sosial denga orang lain, senang membantu dan mudah mengontrol emosinya.
Sudah selayaknya kita sebagai orang tua bisa memberikan teladan dan membimbing anak-anak kita untuk bisa memiliki rasa empati yang baik sehingga mereka akan bisa diterima oleh orang lain dengan baik dimanapun mereka berada.

Selasa, 28 Oktober 2025

Maafkan Kami, Bumi

Hari-hari ini, panas terasa begitu menyengat

Keringat mengucur deras bahkan sejak terbangun di pagi merapat

Tak menunggu panas mereda, hujan tiba-tiba menjebak

Sungguh cuaca tak lagi bisa ditebak

Di setiap lini masa, penyakit musiman merebak

Kami tak tahu, siapa harus terkena salah

Mungkin bumi sudah terlalu lelah dan membiarkan segala makhluk di atasnya, terkena tulah

Singkatnya, bumi sedang tak baik-baik saja

Dan nyatanya, manusialah penyebab utamanya


Duhai bumi, maafkan kami telah membuatmu merenta cepat

Sampah bertebaran dimana-mana seperti daki yang memenuhi tubuh karena setahun tak mandi

Hutan gundul dan menggersang, seperti jenggot yang habis dicukur serampangan

Suhu tubuhmu memanas, seperti bayi kecil baru disuntik vaksin penyakit yang ganas


Duhai bumi, maafkan kami tak berdaya hanya mengeluh kesal melihat mereka membuang sampah sembarangan dipinggir jalan

Kami lelah mengadu, telinga mereka terlalu penuh gumpalan debu

Kami sering tertipu harapan palsu berisi janji kampanye tak bermutu


Duhai bumi, maafkan kami terpaksa membiarkanmu terengah membasuh lukamu sendiri

Banyak dari kami tak peduli, luka menganga di sekujur tubuhmu hanya demi gengsi dan perut terisi

Lahan subur dipaksa hancur, berganti bangunan megah yang bersolek bak pelacur 

Gas beracun memenuhi udara, membuktikan begitu tak berharganya nyawa yang menghirupnya

Limbah busuk mengalir deras di sepanjang sungai yang sudah penuh sampah berbagai barang bekas


Duhai bumi, maafkan kami hanya bisa bergerak lambat menjadi penyelamat dengan dada yang sesak

Otak kami menawarkan beribu solusi, namun tangan kami begitu lemah tanpa energi

Beribu kali kami hendak berlari mencoba menopangmu, kaki kami sering terjengkang si pandai besi yang arogan penuh nafsu


Duhai bumi, maafkan kami yang hanya bisa bergerak sendiri dalam sepi

Tapi kami selalu percaya gerakan kecil dengan sejuta semangat menyala, akan menjadi oase di padang gersang yang nyaris tanpa harapan

Tapi kami tetap yakin, Tuhan di atas sana tak pernah tidur menyaksikan kami tak cuma diam dalam kenistaan

Barangkali, kini kami cuma setetes air di padang pasir

Esok hari, tetes itu menjadi tsunami yang menumpas para manusia serakah tak punya nurani.

Yakinlah janji kami, bumi

Kami tak kan pernah berhenti 

***

(Sebuah keresahan diri, menghadapi kondisi bumi yang kian sakit)

Senin, 27 Oktober 2025

Manfaat Membacakan Buku Sejak Dini

Bagaimana membacakan buku yang benar?

1. Pilih buku yang sesuai dengan usia anak.

2. Pilih buku yang menarik, misalnya berwarna, banyak gambar/ilsutrasi, bahasa mudah dipahami, isinya tidak bertentangan dengan ajaran agama dan moral.

3. Gunakan intonasi suara yang berbeda.

4. Buat suasana yang menyenangkan.

5. Gunakan mimik atau bahasa tubuh untuk menari perhatian anak.

6. Sesekali gunakan alat peraga.

7. Jangan terlalu cepat.

8. Interaktif. Manfaatkan membaca untuk menanyakan tentang kosa kata yang belum dipahami anak, bahas karakter dalam cerita, tanyakan pendapat anak. Gunakan rumus 5W 1H untuk berdiskusi sesuai dengan dengan usia dan pemahaman anak. Kemampuan membaca yang baik akan menjadi bekal anak di masa depan. 

Jadi, apakah masih ada keraguan untuk membacakan buku sejak dini?

Jumat, 24 Oktober 2025

Suka Duka Menjadi Crafter



Menggeluti dunia craft sejak puluhan tahun lalu membuatku bisa merasakan berbagai pengalaman yang mungkin tak banyak orang ketahui. 
Ketika seseorang hendak membeli sebuah hasil craft, terkadang tidak menghargai betapa susahnya seorang crafter dalam membuatnya. Ia bahkan begitu tega menawar harga sebuah karya dengan harga yang tidak masuk akal. Padahal, bagiku pribadi, seringkali tak tega jika harus memberikan harga yang tinggi meskipun pengerjaannya begitu rumit.
Yang terlihat oleh orang luar, membuat craft itu menyenangkan. Dan itu betul bagi seseorang yang memang memiliki passion di bidang craft. Tak jarang, berkarya justru menjadi ajang healing dan membuat mata berbinar.


Seorang crafter profesional juga akan memiliki kemungkinan untuk mendapatkan penghargaan yang tinggi atas karyanya. Dengan demikian, konsumen dengan sendirinya akan mencari sang crafter.
Namun yang tak banyak yang diketahui orang, crafter juga memiliki risiko layaknya pekerjaan profesional lainnya. Sebut saja wire artist yang berkelut dengan aneka jenis kawat dan peralatan lainnya. Risiko tertusuk dan kecelakaan dalam menggunakan peralatan kerjanya juga sering mengintai. Crafter yang menggunakan alat lem tembak, pasti akan sering merasakan terkena lem panas hinggak melepuh. Risiko-risiko yang membahayakan inilah yang akan turut serta mempengaruhi harga sebuah hasil karya para crafter, selain jenis dan kualitas bahan yang digunakan.  Semakin rumit dan berbahaya pengerjaannya, tentu akan semakin mahal harga sebuah hasil craft. 
Di era saat ini, para crafter juga harus bertempur dengan pasar online yang seringkali menawarkan harga yang tidak masuk akal. Hal ini seringkali membuat crafter menyerah sebelum bertanding. Bagaimana tidak? Harga yang ditawarkan di pasar online untuk barang yang sejenis bisa sangat jauh di bawah harga bahan pokoknya. Belum lagi harus menghadapi serbuan barang impor yang super murah, walaupun kualitasnya sangat rendah dan cepat rusak.


Menghadapi hal ini, crafter tak perlu berkecil hati. Tetap fokus dan menghargai diri sendiri. Beberapa tips yang mungkin bisa diterapkan adalah:
1. Fokus pada keunggulan produk. Tonjolkan keunggulan produk agar konsumen yakin dan tetap mempercayai produk kita. Misalnya wire craft, jelaskan pada konsumen bahwa bahan yang digunakan adalah baru asli dan bukan kaca atau plastik. Wire yang dipakai yang berkualitas tinggi dan bukan kw yang mudah luntur warnanya.
2. Tetapkan target sasaran pembeli. Untuk produk eksklusif, yakinlah akan selalu ada permintaan pasar. Iklankan di target sasaran yang tepat. Jangan memasarkan barang yang mahal di kalangan masyarakat bawah, dan sebaliknya.
3. Jaga kualitas. Jika perlu berikan garansi untuk produk eksklusif. 
4. Untuk produk yang dipesan, crafter bisa mencoba mengenali konsumen atau calon pemakai produknya, sehingga craft yang dibuat benar-benar sesuai dengan gaya dan karakter mereka.
5. Buatlah karya seperti membuat untuk diri sendiri hingga kamu akan begitu sayang untuk melepasnya. Dengan kata lain, buatlah dengan cinta dan cinta itu akan sampai ke konsumen.
6. Jangan pelit berbagi ilmu. Ilmu yang kita bagikan tidak akan menciptakan saingan namun akan memperkaya wawasan dan keberkahan dalam kita berkarya.
7. Terus belajar meningkatkan skill. Skill yang semakin baik dan beragam akan membuat karya kita semakin menarik dan berkualitas.

Dengan beberapa tips di atas, InsyaaAllah kita para crafter akan bisa terus bertahan di dunia craft meskipun persaingan semakin ketat. 
Tetap semangat berkarya buat sahabat crafter semua. 

Bogor, 24 Oktober 2025

Rabu, 22 Oktober 2025

Forgiveness Journal

Dulu sekali aku berpikir, ketika ada orang yang berbuat jahat kepadaku, maka orang itu harus mendapat balasan dari Allah. Untuk hal-hal yang membuat traumatis, aku merasa susah untuk memaafkan. Namun seiring bertambahnya usia fan pengalaman, aku menyadari bahwa tidak memaafkan itu ternyata hanya menyakiti diri sendiri. Memaafkan itu bukan untuk orang yang berbuat dholim pada kita, tapi justru untuk diri kita sendiri. Karena dengan tidak memaafkan, kita akan menjadi dholim kepada diri kita, membiarkan beban itu kita bawa setia saat. Beban yang akan membuat kita lelah dan akhirnya merugikan diri sendiri.

Dengan pemikiran itu, kita bisa mengatakan pada diri sendiri bahwa aku adalah orang yang selalu ingin berbuat baik dan tidak mau menyakiti orang lain. Lantas kenapa ketika ada orang yang berbuat jahat kepadaku, aku malah menyakiti diriku sendiri dengan tidak memaafkannya? Kasihan sekali diri ini, jika sudah disakiti orang lain, ditambah dengan disakiti oleh diri sendiri.

Disinilah perlunya kita belajar mencintai diri dengan memaafkan orang lain. Dengan memaafkan, kita melepaskan beban berat dalam diri.

Ketika kita mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan, biasanya kita akan melihatnya dari sisi negatifnya. Padahal sesungguhnya jika kita melihat dari sisi positifnya, rasa sakit yang kita alami dari hal tersebut justru akan membuat kita merasa membutuhkan Allah. Kita akan dengan mudah untuk khusyuk berdoa kepada Allah bahkan hingga menangis tersedu. Berbeda dengan saat kita sedang dalam kondisi senang, mungkin berdoanya tidak sekhusyuk saat sedang sedih. Jadi, apakah rasa sakit namanya jika rasa sakit itu justru semakin mendekatkan kita pada Allah?

Memaafkan memang bukan sesuatu yang mudah. Mungkin butuh waktu bertahun lamanya. 

Tapi efek memaafkan itu menjadi penyembuh bagi segala penyakit hati dan juga bahkan fisik.

Memaafkan juga bukan berarti memberikan persetujuan atas kesalahan orang lain, tapi membebaskan hati dari beban emosional yang meracuni pikiran dan hati.

Dan sebagai orang yang beriman, memaafkan adalah sedekah terbaik. Allah sungguh sangat adil. Walaupun manusia diperbolehkan untuk membalas kejahatan dengan kejahatan yang serupa, namun Allah lebih menyukai orang yang mau memaafkan orang lain. 

Semoga kita termasuk orang-orang yang suka memaafkan, baik diri dan orang lain.


QS Asy Syu'ara ayat 40:

"Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, tetapi barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim." 


Kamis, 02 Oktober 2025

Kisah Para Sahabat: Zubair bin Awwam

sumber gambar: bersamadakwah.net

Cara mendidik anak sejak dini akan menentukan bagaimana karakter anak saat dewasa. Pendidikan anak-anak zaman sekarang kecenderungannya permisif sehingga melahirkan generasi strawberry yang punya mental lemah dan mudah rapuh. 

Sangat berbeda dengan pola asuh di zaman Rasulullah yang menghasilkan generasintangguh sejak dini. 

Anak-anak pada masa 1-10 H adalah anak-anak istimewa yang dibesarkan saat Rasulullah masih hidup bersama para sahabat yang keislamannya tak perlu diragukan lagi. Siapa sajakah dan bagaimana hasilnya pendidikan yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat?

Salah satunya adalah Abdullah bin Zubair bin Al Awwam, bayi pertama yang lahir pada masa hijrahnya kaum Muhajirin ke Madinah dari pasangan Zubair bin Al Awwam dan Asma binti Abu Bakar. Saat itu, kaum yang tidak suka terhadap ummat Islam menebarkan issue bahwa perempuan-perempuan Muhajirin adalah perempuan mandul. Padahal saat itu sesungguhnya Asma sedang hamil muda namun masih bersemangat turut hijrah menempuh jarak yang demikian jauh. Dia juga yang membantu hijrahnya  Rasulullah dan Abu Bakar dengan bolak balik mengantarkan makanan dari Mekkah ke Gua Tsur. Maka ketika Abdullah lahir, issue yang sempat dihembuskan pun terpatahkan dengan sendirinya.

Sejak kecil Abdullah tumbuh menjadi pemuda yang pemberani dan disayangi oleh Rasulullah. Dikisahkan saat itu anak-anak kecil sering kali takut jika melihat Umar bin Khattab. Ketika Abdullah dan teman-temannya sedang bermain, Umar melintas, maka berlarianlah anak-anak itu pulang ke rumah kecuali Abdullah. Umar pun heran dan bertanya, *Mengapa kamu tidak ikut lari?" Abdullah pun menjawab, mengapa aku harus lari? Aku baru selesai berolah raga dan sekarang sedang belajar." Umar pun kagum dengan keberanian dan kecerdasan Abdullah.

Sebagaimana halnya dengan ayahnya, Abdullah sangat pandai dalam berkuda, lihai dalam menggunakan pedang, dan menguasai puluhan bahasa. Kelihaiannya dalam menggunakan pedang adalah berjenis pedang panjang yang saat itu sangat sedikit yang menguasainya. Bahkan saking dekatnya ia dengan pedang sejak lahir, kata pertama yang bisa ia ucapkan bukan ummi atau abi tapi pedang.

Terkait puluhan bahasa yang dikuasai, ayahnya adalah seorang sahabat yang selalu turut serta dalam setiap peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah. Karena itu, beliau memiliki ribuan budak yang berasal dari ghonimmah. Para budak itu berasal dari berbagai wilayah sehingga memiliki bahasa yang berbeda. Bukan mereka yang harus menyesuaikan dengan bahasa tuannya, namun Zubair lah yang mempelajari bahasa mereka bahkan menguasai dialeknya. Kemampuan berbahasa Zubair menurun kepada anaknya, Abdullah. Bahkan Abdullah ketika dewasa menjadi seorang public speaking yang handal. Saat ia berbicara, maka orang-orang akan terpesona dengan tutur katanya. Kemampuan ini sangat penting dalam menyusun strategi. Seorang diplomat yang mampu membaca keadaan. Kelak dia juga menjadi salah satu khalifah setelah Yazid bin Muawiyah.

Demikianlah hasil didikan para sahabat dan sahabiyah pada masa itu.

(Hasil kajian parenting Abdurrahman bin Auf)

Senin, 29 September 2025

Literasi, Mulai dari Mana?


Ketika mendengar kata literasi, sebagian besar orang langsung membayangkan kemampuan baca tulis. Padahal, literasi jauh lebih luas dari sekadar mengeja huruf atau menulis kata. Literasi mencakup kemampuan memahami, mengolah, dan memanfaatkan informasi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, literasi baca tulis tetap menjadi fondasi utama. Tanpa kecakapan membaca dan menulis yang baik, literasi lain, seperti literasi numerasi, sains, digital, bahkan finansial, akan sulit berkembang.

Sayangnya, fenomena anak yang hanya bisa membaca tanpa memahami isi bacaan semakin banyak terjadi. Anak mampu melafalkan kata demi kata, tetapi gagal menangkap pesan yang ingin disampaikan teks. Ini tentu berbahaya, karena tujuan utama membaca bukanlah sekadar lancar menyuarakan huruf, melainkan memahami makna, lalu mampu mengaitkannya dengan pengalaman hidup.

Di sinilah peran orang tua dan pendidik menjadi kunci. Banyak orang tua masih terjebak pada ambisi semu: ingin anak cepat bisa membaca, lalu memasukkannya ke bimbingan belajar. Anak memang cepat mengeja, tetapi tidak tumbuh kecintaan terhadap membaca. Stimulasi yang tepat, penuh kesabaran, dan menyenangkan jauh lebih berharga daripada sekadar kecepatan.

Minimnya buku di rumah pun bukan alasan. Bahkan satu buku anak bisa digunakan berkali-kali dengan pendekatan kreatif. Salah satunya melalui project based book. Misalnya, anak usia PAUD membaca buku tentang hewan, lalu membuat topeng kertas berbentuk hewan favoritnya. Anak SD membaca cerita tentang tumbuhan, kemudian menanam biji kacang dan mencatat pertumbuhannya. Anak SMP membaca novel petualangan, lalu menuliskan ulang akhir cerita sesuai imajinasinya. Semakin tinggi usia, proyek bisa semakin kompleks: resensi buku, pembuatan komik, hingga diskusi kritis tentang isu dalam bacaan.

Pendekatan seperti ini tidak hanya melatih pemahaman membaca, tetapi juga menumbuhkan kreativitas, rasa ingin tahu, dan keterampilan berpikir kritis. Anak akan merasakan bahwa membaca bukan beban, melainkan jendela ke dunia yang lebih luas.

Jadi, masih maukah kita membiarkan anak-anak hanya sekadar bisa membaca tanpa benar-benar mengenal literasi? Jawabannya ada di tangan kita. Mari mulai dari rumah, dengan langkah sederhana, konsisten, dan penuh cinta. Jangan lupa teladan orang tua adalah paling utama.

***

Sabtu, 27 September 2025

Kapan Sebaiknya Memulai Gaya Hidup Go Green


Seorang teman pernah bertanya kepada saya, “Dari mana sih kita mulai bergaya hidup go green?”

Pertanyaan sederhana itu ternyata tidak punya satu jawaban yang pasti. Setiap orang tentu berbeda-beda titik mulainya. Ada yang berangkat dari kebiasaan sehari-hari, ada pula yang tergerak karena melihat lingkungan, bahkan ada yang termotivasi karena passion atau hobi tertentu. Semua sah, karena memang hidup kita unik, begitu pula cara kita berkontribusi pada bumi.

Kalau saya pribadi, perjalanan go green dimulai sejak kecil. Waktu itu belum ada istilah go green atau upcycle. Saya hanya terbiasa mengumpulkan barang-barang tak terpakai untuk kemudian dimanfaatkan kembali. Intinya, saya senang membuat sesuatu dari apa yang ada. Semakin besar, kebiasaan itu makin menjadi-jadi, sampai orang rumah menyebut saya seperti “pemulung” karena apapun saya pungut. Rumah pun penuh dengan barang-barang rongsokan yang menunggu ide baru.

Sekitar tahun 2016 barulah saya mengenal istilah go green secara lebih serius. Sejak itu, saya mulai memilah sampah, membuat kompos dari sisa organik—karena saya pecinta buah dan sayur, jumlahnya lumayan banyak—dan semakin menikmati berbagai kreasi dari barang bekas. Rasanya luar biasa bahagia ketika sesuatu yang awalnya dianggap sampah bisa menjelma menjadi barang yang bernilai dan bermanfaat. Kebun kecil saya pun semakin hidup, seolah menguatkan darah petani yang memang sudah mengalir dalam tubuh saya.

Jadi, ketika teman saya tadi bertanya, saya hanya bisa menjawab: “Mulailah dari yang bisa kamu lakukan. Tidak perlu langsung besar. Mulai dari hal kecil, mulai dari sekarang.” Jika memaksakan diri untuk bergerak terlalu cepat, biasanya justru membuat tertekan. Kuncinya adalah lakukan dengan bahagia, sesuai dengan passion masing-masing, sampai menemukan klik yang tepat dalam perjalanan go green.

Saya juga berusaha menjaga semangat bergoreen dengan mengikuti komunitas yang terkait, karena berjalan sendiri itu melelahkan. Lebih seru kalau kita melakukan. bersama-sama. Saya berusaha untuk terus berkarya setiap hari, dalam bentuk apapun. Tidak harus besar, yang penting konsisten. Karena bagi saya, go green bukan sekadar aksi, tapi cara menjaga semangat hidup.

Selasa, 16 September 2025

WALIMATUL URSY: WUJUD SYUKUR ATAU AJANG GENGSI?

 


Beberapa waktu lalu saya mendapat undangan pernikahan salah seorang teman kantor suami. Dan seperti mulai lazim pada undangan zaman sekarang, undangan tersebut mencantumkan kode QRIS untuk penerima undangan yang ingin memberikan sumbangan. Kalau di zaman saya masih muda, hal serupa juga sudah mulai marak dengan bentuk undangan yang mencantumkan kalimat: ” Dengan tidak mengurangi rasa hormat kami, agar tidak memberikan sumbangan berupa barang.” Dengan kata lain sumbangan harus berupa uang. Namun, hati kecil saya merasa kurang nyaman dengan undangan semacam ini. Seperti mengaburkan makna walimatul ursy itu sendiri.

Bahkan yang menurut saya lebih aneh lagi adalah ketika saya menerima undangan salah satu teman lama. Ketika saya sampai di meja resepsionis dan hendak mengisi daftar hadir, saya ditanya oleh penjaga meja apakah undangan yang saya terima diperoleh dari pihak orang tua pengantin laki-laki, orang tua perempuan, atau pihak pengantin. Mulanya saya sedikit bingung. Rupanya hal tersebut digunakan untuk menentukan dikotak manakah saya harus memasukkan uang sumbangan. Astaghfirullah. Jadi, ini niatnya mau mengadakan walimatul ursy atau mencari sumbangan ya?

Berdasarkan hadits yang saya ketahui, walimatul ‘ursy (walimah nikah) adalah jamuan atau perayaan yang diselenggarakan dalam rangka pernikahan. Dalam Islam, walimah memiliki kedudukan yang dianjurkan (sunnah muakkadah) sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah dan untuk mengumumkan pernikahan agar diketahui masyarakat, sehingga terhindar dari fitnah.

Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf setelah menikah:

Adakanlah walimah walau hanya dengan seekor kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim).”

Para ulama menyatakan hukum walimah adalah sunnah muakkadah, sebagian bahkan mewajibkan bila mampu, karena ada perintah dan tujuan syar’i yaitu mengumumkan pernikahan.

Hukumnya bukan pesta wajib besar-besaran, melainkan sesuai kemampuan, bahkan dengan makanan sederhana sudah sah.

Namun kenyataannya, saat ini walimatul ursy sudah mengalami pergeseran makna menjadi kesempatan untuk bermewah-mewah dan meminta sumbangan. Bila perlu, pelaksanaannya diambil dari berhutang.

Bahkan di tempat saya tinggal, hal yang demikian tidak hanya dalam pelaksanaan walimatul ursy, namun juga saat mengkhitankan anak atau meng-aqiqah-kan anaknya.

 

Pelaksanaan Walimatul ‘Ursy yang Benar

Berdasarkan hadits di atas, waktu pelaksanaan walimatul ursy boleh dilaksanakan setelah akad nikah, bisa pada hari itu juga atau beberapa hari setelahnya.

Niatnya adalah sebagai syukur, bukan untuk pamer atau gengsi.

Bentuknya berupa pesta yang menyediakan makanan dan mengundang kerabat, tetangga, serta masyarakat sekitar.

Undangan hendaknya disampaikan secara adil, tidak hanya orang kaya saja sebagaimana sabda Rasulullah:

Seburuk-buruk makanan walimah adalah yang diundang hanya orang kaya, sedangkan orang miskin tidak diundang.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dan paling sering diabaikan oleh kebanyakan orang adalah sederhana, tidak perlu mewah, sesuai dengan kemampuan.

 

Hal-hal yang Tidak Boleh Dilakukan dalam Walimatul Ursy

  • Tabdzir (pemborosan) atau bermegah-megahan hanya untuk gengsi.
  • Campur baur laki-laki dan perempuan tanpa batas, sehingga menimbulkan fitnah.
  • Musik, tari, atau hiburan yang melanggar syariat, seperti nyanyian cabul, joget yang membuka aurat, atau minuman haram.
  • Meninggalkan kewajiban syariat, misalnya shalat karena sibuk pesta.
  • Menyakiti tetangga dengan suara keras, jalan macet, atau tidak diundang padahal dekat rumah.
  • Tidak adil dalam undangan, misalnya hanya mengundang golongan tertentu dan mengabaikan yang lain.
  • Syirik atau bid’ah, seperti ritual-ritual mistis atau kepercayaan yang tidak ada tuntunannya.

 Bagaimana dengan orang yang diundang?

Sebagian besar ulama menyebutkan bahwa menghadiri undangan walimah hukumnya sunnah, dan sebagian ulama mewajibkan jika tidak ada uzur.

Jadi, inti dari walimatul ‘ursy adalah menyebarkan kabar bahagia pernikahan dengan syukur dan sederhana, bukan ajang pamer atau hiburan yang melanggar syariat. Meskipun pernikahan adalah peristiwa penting dalam kehidupan seseorang dan tentunya ingin menjadikannya sebagai kenangan terindah, namun hendaknya tetap tidak boleh mengabaikan prinsip-prinsip dalam Islam, yaitu menyebarkan kabar bahagia pernikahan dengan syukur dan sederhana, bukan ajang pamer atau hiburan yang melanggar syariat, serta memperhatikan adab Islami. Dengan demikian, acara yang diselenggarakan akan mendatangkan keberkahan bagi keluarga.

Semoga Allah mampukan kita semua untuk bisa mengadakan walimatul ursy sesuai dengan makna yang sebenarnya.

 

 

Minggu, 14 September 2025

BAHAYA PROCASTINATION


Seringkali kita merasa waktu yang kita miliki terasa kurang untuk mengerjakan tugas-tugas kita, baik tugas sehari-hari, sekolah, ataupun pekerjaan. Namun, jika ditelaah lebih lanjut, benarkah waktu kita yang tidak cukup akibat banyaknya kegiatan, atau jangan-jangan kita terbiasa melakukan procastination?

Apa itu procastiation?

Procrastination adalah kebiasaan menunda-nunda dalam melaksanakan tugas yang seharusnya dilakukan, meskipun kita tahu bahwa penundaan itu akan membawa konsekuensi negatif. Ini bisa muncul dalam berbagai bidang baik akademik, pekerjaan, kesehatan, maupun kehidupan pribadi. Misalnya kita lebih suka melakukan kesenangan terlebih dahulu dengan scrolling media sosial atau bermain game dibandingkan menyelesaikan tugas yang menjadi kewajibannya.

Ada beberapa penyebab orang melakukan procrastination yaitu:

-       -  Takut gagal

-        -  Kurang motivasi atau tidak menariknya tugas

-        -  Manajemen waktu yang buruk

-        -  Perfeksionisme yang berlebihan

-         -  Kecemasan, stres, gangguan perhatian (ADHD), atau kondisi psikologis lainnya

Jika kita membiarkan perilaku menunda-nunda ini, maka bukan tidak mungkin akan menyebabkan bahaya yang sangat merugikan bagi diri sendiri maupun orang lain karena penundaan bisa memberikan dampak buruk secara psikologis, fisik, dan juga pada prestasi/produktivitas.

Procastination bisa meningkatkan stres, rasa bersalah, malu, kecemasan, dan depresi. Orang yang sering menunda-nunda pekerjaan akan memiliki kualitas hidup kualitas hidup yang lebih rendah.

Procastination bisa menyebabkan gangguan tidur (kurang tidur, tidur yang tidak nyenyak), kelelahan, kemungkinan penyakit karena stres kronis, melemahnya sistem kekebalan tubuh.

Procastination bisa mengakibatkan performa yang buruk, kualitas pekerjaan yang kurang baik, tidak memenuhi deadline, bahkan bisa merusak reputasi.

Akibat stres yang terus menerus, dalam jangka panjang, procastination bisa menyebabkan penyakit kronis, misalnya gangguan kardiovaskular, tekanan darah tinggi, dan lain-lain.

Lebih jauh lagi, orang yang sering menunda bisa dianggap tidak dapat diandalkan atau kurang profesional, yang bisa merusak kepercayaan di tempat kerja atau dalam hubungan pribadi.

Berdasarkan sebuah studi terhadap mahasiswa, ditemukan bahwa procrastination akademik sangat umum, dan efeknya mencakup rasa bersalah, harga diri rendah, stres, dan kualitas akademik yang menurun.

Sedangkan dari segi waktu menunjukkan bahwa orang yang memiliki skor procrastination tinggi awalnya lebih berisiko mengalami masalah psikologis dan fisik kemudian hari dibanding mereka yang tidak terlalu menunda.

Procrastination juga dikaitkan dengan gangguan tidur dan kualitas tidur yang buruk.

Jadi, procrastination bukan cuma soal kebiasaan buruk atau malas; ia memiliki dampak nyata yang bisa mempengaruhi kesejahteraan mental, fisik, prestasi, dan hubungan sosial. Menunda-nunda bisa jadi kebiasaan yang meresap jika tidak segera disadari dan diatasi.

Bagaimana mengatasi masalah procrastination?

Ada beberapa cara yang bisa dilakukan antara lain:

1. Pecah tugas menjadi bagian kecil

Tugas besar sering terasa menakutkan. Membaginya menjadi langkah-langkah kecil membuatnya lebih mudah dimulai. Strategi ini efektif meningkatkan produktivitas dan menurunkan rasa cemas. 

2. Gunakan teknik pomodoro (waktu fokus singkat)

Fokus 25 menit lalu istirahat 5 menit. Ulangi beberapa kali. Teknik manajemen waktu ini meningkatkan fokus dan menurunkan kecenderungan menunda. 

3. Atur lingkungan kerja

Hilangkan distraksi seperti ponsel, media sosial, atau suara bising. Distraksi eksternal meningkatkan peluang procrastination. 

4. Ubah pola pikir (reframing)

Alihkan fokus dari “tugas ini sulit” menjadi “ini kesempatan untuk belajar/bertumbuh.” Self-talk positif bisa mengurangi penundaan. 

5. Gunakan Deadline Eksternal

Buat komitmen dengan orang lain atau jadwalkan target kecil yang harus diselesaikan. Procrastination berkurang saat ada akuntabilitas sosial. 

6. Rawat Kesehatan Mental dan Fisik

Tidur cukup, olahraga, dan praktik mindfulness. Mindfulness terbukti menurunkan kecemasan dan meningkatkan self-regulation sehingga mengurangi procrastination. 

Dengan kesadaran dan latihan, kebiasaan menunda bisa dikurangi sehingga hidup lebih produktif, sehat, dan tenang.

***

Rabu, 10 September 2025

MENGIKHLASKAN VS MELUPAKAN: MENGELOLA LUKA AGAR TIDAK MELEDAK DI MASA DEPAN

 


Setiap orang pasti pernah mengalami kejadian tidak menyenangkan dalam hidupnya. Entah saat ia masih kecil atau pun saat dewasa. Terkadang kita begitu sulit melupakan kejadian atau kesalahan orang di masa lalu. Trauma yang membekas dan menjadi luka inner child. Terkadang banyak orang berkata bahwa ia sudah mengikhlaskan, padahal sebenarnya ia hanya melupakan.

Ikhlas dan melupakan, sekilas tampak mirip, padahal sesungguhnya sangat jauh berbeda.

Ikhlas adalah menerima kenyataan dengan lapang, mengakui emosi, lalu melepaskannya. Hati terasa ringan dan tenang.

Melupakan, hanya menekan ingatan atau emosi supaya tidak terasa sakit. Dari luar terlihat biasa saja, tapi luka tetap tersimpan di dalam.

Memahami perbedaan kedua hal ini sangatlah penting, karena  cara kita menghadapi emosi akan menentukan hati merespon di masa depan.

Ledakan Emosi

Seumpama hati adalah sebuah gelas berisi air.

Jika kita ikhlas, air keruh (emosi negatif) akan dibuang dan diganti dengan air jernih sehingga gelas menjadi bersih kembali.

Sementara jika hanya melupakan, air keruh tetap ada, cuma ditutup rapat. Saat penutup lepas, air keruh itu akan tumpah. Inilah yang sering muncul menjadi ledakan emosi berupa marah berlebihan, menangis tiba-tiba, atau mudah tersinggung karena luka lama terpicu kembali.

Para psikolog menyebut hal ini sebagai repressed emotions (emosi tertekan). Menurut penelitian dar Harvard Health Publishing (2019), emosi yang ditekan cenderung muncul kembali dengan bentuk kecemasan, depresi, atau ledakan kemarahan yang tidak terkendali.

Ikhlas adalah Proses Sadar

Ikhlas bukan sekedar "ya sudahlah", tetapi membutuhkan langkah-langkah sadar berupa:

1. Menyadari emosi, mengakui bahwa kita marah, kecewa, atau sedih.

2. Mengizinkan diri merasakan, bukan untuk berlarut-larut, tapi agar emosi diproses, bukan ditekan.

3. Melpepas lewat doa, menyerahkan rasa sakit kepada Allah.

4. Mengganti dengan syukur, mengisi hati dengan energi positif.

Seperti yang dikatakan Imam Al Ghazali, "Ikhlas adalah memurnikan niat karena Allah, membersihkan hati dari segala campuran hawa nafsu." (Ihya Ulumuddin).

Tips Berlatih Ikhlas (5 Menit sehari)

Untuk melatih ikhlas, kita bisa mencoba latihan sederhana berikut:

1. Tarik napas dan sadar diri (1 menit). Katakan: "Aku hadir di sini, aku menerima diriku apa adanya."

2. Tuliskan/ucapkan emosi (1 menit). Misalnya: "Hari ini aku merasa kecewa."

3. Lepaskan dengan doa (1 menit). "Ya Allah, aku serahkan rasa ini pada-Mu. Aku tidak mampu menanggungnya sendiri."

4. Syukur 3 hal (1 menit). Tulis atau sebutkan 3 hal kecil yang disyukuri hari ini.

5. Afirmasi ikhlas (1 menit). "Aku memilih melepaskan. Aku memilih tenang. Allah cukup bagiku."

Jika dilakukan secara rutin, hati akan menjadi lebih ringan dan tidak mudah tersulut oleh luka lama.


Jadi, sudah siapkah kita mengikhlaskan? Yuk, kita coba berlatih bersama!

***





Selasa, 09 September 2025

INNER CHILD: MEMAHAMI, MENYEMBUHKAN, DAN MENCEGAH LUKA EMOSIONAL PADA ANAK

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita mendengar istilah inner child saat membahas tentang kesehatan mental. Setiap orang dewasa membawa jejak masa kecil dalam dirinya. Jejak inilah yang disebut dengan inner child, yaitu sisi batin yang menyimpan pengalaman, perasaan, dan kebutuhan emosional masa kanak-kanak. Inner child bukan merupakan sesuatu yang mistis, melainkan bagian psikologis yang nyata, sumber spontantitas, kreativitas, sekaligus luka yang belum sembuh. Inner child yang terbentuk sejak kecil secara terus menerus juga akan mempengaruhi cara berpikir, merasakan, serta berhubungan dengan orang lain saat dewasa.

Banyak perilaku dan emosi orang dewasa sesungguhnya merupakan gema dari masa kecil. Karena itu, memahami inner child bukan hanya soal refleksi diri, tetapi juga merupakan langkah penting untuk mendidik anak agar tidak mewarisi luka yang sama.

Apa itu inner child?

Inner child adalah representasi "anak kecil dalam diri kita" yang terus hidup, meski tubuh dan usia kita terus bertambah. Inner chiled bisa berupa:

1. Kenangan yang menyenangkan, misalnya bermain, gembira, rasa aman, dan dicintai.

2. Kenangan menyakitkan, misalnya penolakan, kritik berlebihan, kekerasan, atau pengabaian.

Jika inner child  sehat, seseorang akan tumbuh menjadi pribadi yang luwes, bahagia, hangat dan penuh empati. Namun, jika inner child terluka, luka itu bisa muncul dalam bentuk emosi dan perilaku yang menghabmbat kehidupannya saat dewasa. Misalnya, ketika anak sering dipuji, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri. Sebaliknya, saat anak sering dimarahi tanpa alasan, ia akan tumbuh membawa luka batin dan menjadi pribadi yang tidak percaya diri.

Tanda-tanda inner child yang terluka

Luka inner child terkadang tidak disadari. Namun, akibatnya saat dewasa bisa sangat mempengaruhi emosi seseorang. Beberapa gejala  yang sering muncul antara lain:

  • Mudah tersinggung atau marah berlebihan terhadap hal kecil
  • Selalu takut akan penolakan atau ditinggalkan
  • Merasa tidak pernah cukup baik, meski sudah berusaha keras
  • Sulit percaya pada orang lain
  • Sering mencari validasi atau pengakuan dari luar
  • Perfeksionis ekstrem untuk menghindari kritik
  • Mudah merasa bersalah bahkan tanpa alasan yang jelas
  • Mengulang pola hubungan yang tidak sehat
Tanda-tanda ini bukan kelemahan pribadi semata, melainkan cerminan kebutuhan emosional masa kecil yang belum terpenuhi.

Proses Penyembuhan Inner Child

Menyembuhkan inner child berarti belajar menjadi "orang tua baru" bagi diri sendiri. Beberap langkah sederhana yang bisa dilakukan:
  1. Menyadari dan mengakui luka. Katakan pada diri: "Aku tahu kamu terluka. Tidak apa-apa merasa begini."
  2. Menulis dialog dengan inner child. Tulislah surat untuk diri kecil, memberi dukungan, atau membiarkan sisi kecil kita mengekspresikan perasaannya lewat tulisan.
  3. Memberi ruang untuk bermain. Lakukan aktivitas yang dulu menyenangkan, misalnya menggambar, menari, membaca komik, atau bermain di alam.
  4. Berlatih self-compassion. Gantilah mengkritik diri sendiri dengan kalimat suportif. Belajar berbicara lembut pada diri, seperti orang tua ideal menenangkan anaknya.
  5. Visualisasi atau meditasi. Bayangkan diri kecil dan memeluknya secara batiniah.
  6. Menjaga tubuh dan pikiran. Istirahat yang cukup, makan yang sehat, dan olah raga sederhana untuk menyeimbangkan emosi.
  7. Membangun batas sehat. Belajarlah berkata "tidak" untuk hal-hal yang merugikan diri sendiri tanpa merasa bersalah.
  8. Terapi profesional. Untuk luka mendalam seperti trauma kekerasan, sebaiknya melakukan konseling dengan ahlinya.

Kebutuhan Emosional Anak

Inner child terbentuk sejak masa kanak-kanak. Agar anak tumbuh dengan inner child yang sehat, ada beberapa kebutuhan emosional anak yang harus dipenuhi, yaitu:

  1. Kasih sayang tanpa syarat: dicintai apa adanya, bukan karena prestasi.
  2. Rasa Aman: bebas dari kekerasan fisik maupun verbal.
  3. Diterima apa adanya: tidak harus sempurna untuk pantas dicintai.
  4. Didengar dan divalidasi perasaannya: emosi anak tidak dianggap remeh.
  5. Batas yang jelas: aturan yang konsisten dan penuh kasih sayang, bukan hukuman keras.
  6. Apresiasi: pengakuan atas usaha, sekecil apa pun.
  7. Kebebasan berekspresi: ruang untuk bermain, berkreasi, dan mencoba hal baru.
  8. Kehadiran orang tua: waktu berkualitas lebih berharga daripada hadiah yang mahal.
  9. Teladan regulasi emosi: anak belajar dari orang tua dalam mengelola emosinya, misalnya marah atau sedih.
Kesimpulan

Inner child adalah bagian diri yang selalu hidup bersama kita. Luka masa kecil yang tidak disadari bisa membentuk pola emosi dan perilaku di masa dewasa, sementara inner child  yang sehat bisa membuat hidup lebih hangat dan bahagia.
Kabar baiknya, inner child bisa disembuhkan dengan kesadaran, kasih sayang pada diri sendiri, dan kadang bantuan profesional. Menyembuhkan luka inner child juha bisa mencegah luka serupa pada generasi berikutnya dengan memenuhi kebutuhan emosional anak sejak dini. Dengan begitu, kita tidak hanya menyembuhkan diri, namun juga membangun generasi yang lebih sehat secara emosional.

***

Sumber bacaan:

Verywell Mind (2023), Inner Child Work: How Your Past Shapes Your Present – menjelaskan apa itu inner child dan kenapa penting untuk dipahami.

Healthline (2020), Healing Your Inner Child: 8 Steps to Heal Your Inner Child – panduan praktis langkah-langkah penyembuhan inner child.

PsychPlus (2023), The Inner Child Theory Explained and How to Heal Yours – membahas teori inner child dan cara mulai menyembuhkannya.

CPD Online (2022), What are the Emotional Needs of a Child? – menguraikan kebutuhan emosional anak agar tumbuh sehat.

Mental Health America, What Every Child Needs for Good Mental Health – menekankan pentingnya kasih sayang, rasa aman, dan dukungan untuk kesehatan mental anak.

HealthyChildren.org (2021), Building Blocks for Healthy Mental and Emotional Development in Children – membahas pondasi perkembangan emosi anak.

John Bradshaw (1990), Homecoming: Reclaiming and Healing Your Inner Child – buku klasik tentang konsep inner child dan cara healing.


Senin, 08 September 2025

PENTINGNYA SADAR KESEHATAN MENTAL BAGI PARA IBU


Menjadi ibu adalah peran yang sangat penting sekaligus penuh tantangan. Dari mulai mengurus rumah, mengasuh anak, mengaktualisasikan diri, hingga berperan di lingkungan sosial, semuanya menyatu dalam tubuh yang bernama "IBU". Namun seringkali kesehatan mental ibu justru terabaikan karena fokus ibu lebih banyak diberikan pada kebutuhan orang lain. Padahal, menyadari pentingnya kesehatan mental bagi ibu adalah kunci untuk menjaga keharmonisan keluarga dan kualitas hidup secara menyeluruh.

***

Beberapa waktu belakangan ini, saya cukup dikagetkan dengan kasus depresi yang dialami oleh salah satu tetangga yang juga cukup dekat dengan saya. Beliau ini seorang ibu tangguh yang baik pemahaman agamanya, senang membantu orang lain dan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. 

Dugaan sementara penyebab depresi beliau adalah trauma mental di masa remaja yang belum tuntas disertai beban pikiran yang menumpuk. Tahun ini, anak keduanya, satu-satunya anak perempuan, yang biasa rajin membantunya mulai masuk pesantren. Dia tinggal bersama suami, anak laki-laki sulung, dan dua anak laki-laki yang masih berusia dini. Sementara itu, kebutuhan keluarga semakin besar. Penghasilan suami dianggap belum mencukupi. Puncaknya ketika dia memutuskan untuk memulai usaha di kampung halamannya di Bandung. Tentu saja hal ini akan membuatnya berjauhan dengan suaminya yang harus bekerja di Depok. Sebenarnya saya agak meragukan keputusan tersebut mengingat ia adalah tipikal perempuan yang tak bisa berjauhan dengan suami dan keluarganya.

Benar saja, sebelum berangkat ke Bandung, penyakit lambungnya kambuh hingga terserang gejala tipes. Setelah sembuh, ia tetap memaksa berangkat ke Bandung. Belum genap sepekan di sana, gejala depresi sudah mulai nampak sampai akhirnya dibawa kembali ke rumah oleh suaminya. Akhirnya dengan bantuan dan dorongan dari warga, kawan saya itu segera di bawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan  yang tepat. Alhamdulillah, tidak sampai dua pekan, ia sudah bisa pulang dan cukup menjalani rawat jalan.

Kisah di atas bukan satu-satunya di perumahan kami. Sebelumnya seorang ibu yang lain juga mengalami depresi berat yang sampai saat ini belum pulih. Melihat hal ini, ditambah dengan banyaknya berita tentang ibu yang banyak mengalami depresi bahkan hingga tanpa sadar menghilangkan nyawa anak-anaknya yang masih bayi, membuat saya menyadari, seorang ibu memang sangat rentan dengan serangan depresi, apalagi jika ibu itu tidak menyadari pentingnya sadar kesehatan mentalnya.

Seberapa penting menyadari kesehatan mental bagi seorang ibu?

Ibu adalah Pusat Emosi Keluarga

Harus disadari bahwa ibu merupakan pusat emosi keluarga. Suasana hati ibu berpengaruh besar pada lingkungan keluarga. Ketika ibu dalam kondisi tenang dan sehat secara emosional, anak-anak akan merasakan kenyamanan. Sebaliknya ketika ibu mengalami lelah berkepanjangan atau suasana emosi yang tidak baik, hal tersebut akan memengaruhi suasana hati seluruh anggota keluarga. Ibu harus menyelesaikan trauma mental yang pernah dialami di masa lalu agar ia bisa menjalani hidup tanpa membawa beban yang sewaktu-waktu bisa meledak saat ada pemicunya.

Hindari Stres Berkepanjangan

Tugas ibu seringkali tidak ada habisnya. Mulai dari bangun tidur hingga malam, selalu ada tanggung jawab yang harus dilaksanakan. Tanpa kesadaran menjaga kesehatan mental, ibu rentan mengalami stres, kelelahan emosional, bahkan depresi. Dengan menyadari kondisi mentalnya, ibu dapat mengenali kapan dirinya butuh istirahat, kapan harus berbagi tugas, dan kapan sebaiknya meminta bantuan.

Teladan bagi Anak

Anak-anak belajar mengelola emosi melalui contoh nyata yang mereka lihat di rumah. Ibu yang mampu menjaga kesehatan mentalnya dengan baik akan memberikan pelajaran yang berharga bagi mereka dalam menghadapai masalah ketika mereka sudah dewasa.

Meningkatkan Kualitas Hubungan

Ibu yang sehat mentalnya lebih mudah membangun komunikasi yang positif, baik dengan pasangan maupun anak. Hubungan yang hangat, penuh pengertian, dan minim konflik tercipta karena ibu mampu mengelola emosinya dengan baik. Ketika hubungan dalam keluarga berjalan dengan baik, ibu akan memilliki kesempatan yang lebih besar untuk bisa membangun hubungan yang baik dengan lingkungan yang lebih luas.

Menghargai Diri Sendiri

Sadar kesehatan mental juga berarti ibu belajar menerima bahwa dirinya tidak harus selalu sempurna. Meminta bantuan, mengambil jeda untuk diri sendiri, atau sekadar menekuni hobi bukanlah bentuk kelemahan, melainkan cara mencitai diri sendiri. Ketika ibu bahagia, seluruh keluarga pun merasakan manfaatnya.

Kesadaran akan kesehatan mental bukanlah sesuatu yang mewah melainkan kebutuhan dasar bagi setiap ibu. Dengan menjaga keseimbangan pikiran dan perasaan, ibu dapat menjalankan perannya dengan lebih tenang, penuh kasih sayang, dan berdaya. Karena pada akhirnya, ibu yang sehat mentalnya adalah pondasi kokoh bagi seluruh anggota keluarga.

***