Jumat, 22 Januari 2016

[Cermin] Dua Perempuan Terluka



Delia uring-uringan terus beberapa hari ini. Kata ibunya, ia akan mempunyai bapak baru. Anak tunggal yang tak pernah mengenal bapak sejak bayi itu semestinya senang. Tapi sang ibu yang juga tengah terluka hatinya, tak pandai mencari celah agar si anak bisa menerima kabar mengejutkan itu.
“Awas lo Del, punya ayah tiri nggak enak. Nanti kamu dipukuli atau diperkosa.” Duh jahat sekali tetangganya berkata lugas pada gadis cilik berumur 6 tahun. Ia tak mengerti hiruk pikuk pernikahan. Yang ia tahu ibu tiri itu kejam seperti yang sering ia lihat di televisi. Kalau bapak tiri? Apakah sama kejamnya?
Sang ibu tak sempat menenangkan putri kecilnya yang resah sementara batinnya pun tengah terkoyak. Sekali lagi harus menikahi lelaki beristri. Entah apa yang berkecamuk dalam benak ayahnya. Pernikahan pertamanya dengan sebagai istri kedua hanya bertahan 2 tahun. Istri pertama suaminya selalu merongrong dirinya. Tak tahan dengan segala teror, ia memutuskan kembali ke rumah orang tuanya membawa membawa bayi perempuan kecilnya. Dan kini, setelah luka itu baru terobati, kembali ada lelaki yang telah beristri menghendakinya menjadi istri kedua. ‘Apakah aku memang ditakdirkan untuk menarik perhatian para lelaki beristri?’ pikirnya. Seharusnya sebagai seorang janda ia berhak menolak pernikahan itu. Tetapi kerasnya hati sang ayah tak mampu membuka mulutnya untuk bahkan berkata tidak. Kesulitan ekonomi mungkin menjadi alasan ayahnya untuk memaksanya.
Ibu Delia hanya bisa pasrah. Menjadi janda memang taklah mudah apalagi dengan wajah cantik yang dikaruniakan pencipta padanya. Lelaki hidung belang tak pernah sepi mengganggunya. Bahkan saudara iparnya pernah hendak mencabulinya. Air mata rasanya tak pernah kering melumuri lukanya.
Maka Delia pun berjuang sendiri, mencari jawaban, menerjemahkan takdir. Delia tumbuh memberontak. Penolakan terhadap bapak barunya membuat ia sering melawan dan mengajarinya berkata kasar. Pukulan demi pukulan sang ibu yang luka saat Delia meliar menjadi makanan wajib baginya hampir setiap hari. Tangisnya seringkali baru berhenti saat guyuran air membasahi seluruh tubuhnya. Dingin. Yang ia tak tahu, ibunya mengguyur dalam deraian air mata menahan luka. Dua perempuan yang sama-sama terluka. Isaknya baru berhenti bersamaan dengan lelapnya dalam pelukan  sang ibu.
‘Maafkan ibu, Del.’
***

#ODOPfor99days
#day15


Tidak ada komentar:

Posting Komentar