Selasa, 05 Januari 2016

Muslimah di mata dunia




Pernahkah kita bertanya pada orang lain, apa pendapat mereka tentang muslimah, khususnya muslimah Indonesia yang berhijab? Pertanyaan ini begitu menggelitikku akhir-akhir ini.
Aku sering melakukan perjalanan ke berbagai kota dalam rangka menjalankan tugas dari kantor tempatku bekerja. Banyak hal menarik yang aku temui khususnya terkait pandangan orang terhadap muslimah berhijab.
Dua peristiwa paling menarik yang pernah aku temui tentang hijbab adalah ketika mengikuti kegiatan di Ciater, Jawa Barat dan perjalanan dinas ke Denpasar. Delapan orang perempuan di kantorku kebetulan muslimah semua dan tujuh di antaranya mengenakan hijab. Saat itu kami tengah mengadakan rapat koordinasi yang diikuti seluruh pegawai di kantorku. Pada hari kedua, kegiatan yang dilaksanakan adalah outbond yang meliputi rafting, flying fox, dan paint ball. Hari itu kebetulan hari Jumat. Setelah berbasah-basah dalam rafting, kami berdelapan sepakat untuk berendam di kolam air panas untuk menghilangkan pegal-pegal. Kami mengira kolam air panas pasti sepi dari kaum Adam yang melaksanakan kewajiban sholat Jumat. Ternyata perkiraan kami salah besar. Kaum Adam domestik memang tidak ada, tapi di tepian kolam dan restoran telah penuh dengan turis asing yang sedang bercengkrama atau makan siang. Sudah terlanjur, pikir kami. Kebetulan salah satu kolam yang hendak kami pakai memang kosong. Jadilah kami dengan percaya diri nyebur pelan-pelan. Sambil bercanda dan berfoto ria, kami mengamati sekeliling sampai akhirnya kami sadar telah menarik perhatian para turis yang tengah bersantai itu. Betapa tidak, mereka semua berbikini sementara kami berendam dengan pakaian lengkap, training, kaos lengan panjang dan kerudung. Tak tahan cuma memperhatikan kami, mereka mulai mengambil foto kami diam-diam. Bukannya kami marah, kami malah dengan sukarela berpose untuk mereka. Sebelum mereka meninggalkan kolam, ada beberapa yang mendekati kami untuk memotret kami. Dengan senang hati kami memenuhi permintaan mereka. Lalu terjadilah dialog singkat dengan mereka yang ternyata turis-turis Belanda yang sudah cukup berumur. Mereka surprise juga mendengar kami bisa berbicara bahasa Inggris dengan lancar, apalagi ketika disampaikan bahwa beberapa diantara kami ada yang pernah kuliah di Amerika dan Australia.
Dalam perbincangan tersebut, kami mengambil kesimpulan bahwa bagi mereka, dan mungkin banyak orang asing lainnya, menganggap muslimah berhijab seperti kami yang selalu berusaha tetap syar’i meski dalam kegiatan apapun yang mungkin untuk orang kebanyakan terlihat aneh, adalah orang-orang yang bodoh dan kuper yang tahunya cuma beribadah atau mengurusi keluarga. Busana muslimah kami tentu dianggap telah mengganggu kebebasan kami. Padahal bagi kami, busana muslimah justru melindungi kami dari sengatan matahari, dan terutama dari pandangan liar mata-mata yang nakal. Dengan busana muslimah lengkap, kami tak merasa terganggu untuk beraktifitas seperti berenang, olah raga, jalan-jalan, apalagi aktifitas rumah tangga dan kantor. Khususnya aku, aku tetap bisa memanjat karang-karang pantai yang sering aku kunjungi di sela-sela tugas dari kantor meskipun mengenakan rok berlapis celana panjang di dalamnya. Aku tak kalah lincah jika harus berlari mengejar kereta atau harus berlari ke sana ke mari saat menjalankan tugas-tugas di kantor yang menuntut mobilitas tinggi.
Peristiwa kedua terjadi di Denpasar, Bali. Sesaat sebelum memasuki Tanah Lot, kami bertemu dengan rombongan turis dari Jerman. Kembali terjadi dialog antara kami. Mereka menganggap kami adalah guru-guru yang sedang berwisata bersama murid-muridnya. Kami menjelaskan panjang lebar bahwa kami adalah karyawan kantor pemerintah yang sedang bertugas.
Kejadian tersebut juga membuatku teringat kejadian-kejadian lain dimana banyak orang menganggapku seorang guru dengan dandananku seperti ini. Beberapa teman lain juga menceritakan hal yang sama.
Kejadian-kejadian di atas, memaksaku bertanya, apa sesungguhnya pandangan dunia terhadap muslimah? Adakah sikap atau perilaku kita yang secara tidak langsung membentuk pandangan tersebut?
 Sebagai muslimah, kita punya hak yang sama dengan perempuan lain dalam hal apapun selama masih sesuai dengan syariat Islam. Dan merupakan kewajiban kita semua untuk menunjukkan eksistensi muslimah ke seluruh dunia, bahwa kita tetap bisa cerdas, kreatif, dan memiliki potensi yang tak kalah bahkan mungkin lebih dengan landasan iman yang senantiasa membimbing kita dalam setiap gerak dan langkah kita. Kebijakan yang diambil oleh setiap muslimah sudah seharusnya mengedepankan kemaslahatan ummat.
Busana muslimah bukanlah sebuah halangan untuk tetap eksis. Menjadi muslimah dengan aktifitas positif dan akhlak yang terpuji akan menjadi sarana dakwah yang sangat efektif bagi siapapun. Busana muslimah juga bukan sekedar trend tanpa kesadaran akan tanggung jawab kita untuk menjaga martabat dan harga diri muslimah dengan terus berusaha memperbaiki akhlak.
Mari mulai dari sekarang dan mulai dari diri sendiri, agar pandangan dunia terhadap muslimah semakin baik.



#ODOPfor99days

Tidak ada komentar:

Posting Komentar