Pernahkah kita bertanya pada
orang lain, apa pendapat mereka tentang muslimah, khususnya muslimah Indonesia
yang berhijab? Pertanyaan ini begitu menggelitikku akhir-akhir ini.
Aku sering melakukan perjalanan
ke berbagai kota dalam rangka menjalankan tugas dari kantor tempatku bekerja.
Banyak hal menarik yang aku temui khususnya terkait pandangan orang terhadap
muslimah berhijab.
Dua peristiwa paling menarik yang
pernah aku temui tentang hijbab adalah ketika mengikuti kegiatan di Ciater,
Jawa Barat dan perjalanan dinas ke Denpasar. Delapan orang perempuan di
kantorku kebetulan muslimah semua dan tujuh di antaranya mengenakan hijab. Saat
itu kami tengah mengadakan rapat koordinasi yang diikuti seluruh pegawai di
kantorku. Pada hari kedua, kegiatan yang dilaksanakan adalah outbond yang meliputi
rafting, flying fox, dan paint ball.
Hari itu kebetulan hari Jumat. Setelah berbasah-basah dalam rafting, kami berdelapan sepakat untuk
berendam di kolam air panas untuk menghilangkan pegal-pegal. Kami mengira kolam
air panas pasti sepi dari kaum Adam yang melaksanakan kewajiban sholat Jumat.
Ternyata perkiraan kami salah besar. Kaum Adam domestik memang tidak ada, tapi
di tepian kolam dan restoran telah penuh dengan turis asing yang sedang
bercengkrama atau makan siang. Sudah terlanjur, pikir kami. Kebetulan salah
satu kolam yang hendak kami pakai memang kosong. Jadilah kami dengan percaya
diri nyebur pelan-pelan. Sambil bercanda dan berfoto ria, kami mengamati sekeliling
sampai akhirnya kami sadar telah menarik perhatian para turis yang tengah
bersantai itu. Betapa tidak, mereka semua berbikini sementara kami berendam
dengan pakaian lengkap, training, kaos lengan panjang dan kerudung. Tak tahan cuma
memperhatikan kami, mereka mulai mengambil foto kami diam-diam. Bukannya kami
marah, kami malah dengan sukarela berpose untuk mereka. Sebelum mereka
meninggalkan kolam, ada beberapa yang mendekati kami untuk memotret kami.
Dengan senang hati kami memenuhi permintaan mereka. Lalu terjadilah dialog
singkat dengan mereka yang ternyata turis-turis Belanda yang sudah cukup
berumur. Mereka surprise juga
mendengar kami bisa berbicara bahasa Inggris dengan lancar, apalagi ketika
disampaikan bahwa beberapa diantara kami ada yang pernah kuliah di Amerika dan
Australia.
Dalam perbincangan tersebut, kami
mengambil kesimpulan bahwa bagi mereka, dan mungkin banyak orang asing lainnya,
menganggap muslimah berhijab seperti kami yang selalu berusaha tetap syar’i meski
dalam kegiatan apapun yang mungkin untuk orang kebanyakan terlihat aneh, adalah
orang-orang yang bodoh dan kuper yang tahunya cuma beribadah atau mengurusi
keluarga. Busana muslimah kami tentu dianggap telah mengganggu kebebasan kami.
Padahal bagi kami, busana muslimah justru melindungi kami dari sengatan
matahari, dan terutama dari pandangan liar mata-mata yang nakal. Dengan busana
muslimah lengkap, kami tak merasa terganggu untuk beraktifitas seperti
berenang, olah raga, jalan-jalan, apalagi aktifitas rumah tangga dan kantor.
Khususnya aku, aku tetap bisa memanjat karang-karang pantai yang sering aku
kunjungi di sela-sela tugas dari kantor meskipun mengenakan rok berlapis celana
panjang di dalamnya. Aku tak kalah lincah jika harus berlari mengejar kereta
atau harus berlari ke sana ke mari saat menjalankan tugas-tugas di kantor yang
menuntut mobilitas tinggi.
Peristiwa kedua terjadi di
Denpasar, Bali. Sesaat sebelum memasuki Tanah Lot, kami bertemu dengan
rombongan turis dari Jerman. Kembali terjadi dialog antara kami. Mereka
menganggap kami adalah guru-guru yang sedang berwisata bersama murid-muridnya.
Kami menjelaskan panjang lebar bahwa kami adalah karyawan kantor pemerintah
yang sedang bertugas.
Kejadian tersebut juga membuatku
teringat kejadian-kejadian lain dimana banyak orang menganggapku seorang guru
dengan dandananku seperti ini. Beberapa teman lain juga menceritakan hal yang
sama.
Kejadian-kejadian di atas,
memaksaku bertanya, apa sesungguhnya pandangan dunia terhadap muslimah? Adakah
sikap atau perilaku kita yang secara tidak langsung membentuk pandangan
tersebut?
Sebagai muslimah, kita punya hak yang sama
dengan perempuan lain dalam hal apapun selama masih sesuai dengan syariat
Islam. Dan merupakan kewajiban kita semua untuk menunjukkan eksistensi muslimah
ke seluruh dunia, bahwa kita tetap bisa cerdas, kreatif, dan memiliki potensi
yang tak kalah bahkan mungkin lebih dengan landasan iman yang senantiasa
membimbing kita dalam setiap gerak dan langkah kita. Kebijakan yang diambil
oleh setiap muslimah sudah seharusnya mengedepankan kemaslahatan ummat.
Busana muslimah bukanlah sebuah
halangan untuk tetap eksis. Menjadi muslimah dengan aktifitas positif dan
akhlak yang terpuji akan menjadi sarana dakwah yang sangat efektif bagi
siapapun. Busana muslimah juga bukan sekedar trend tanpa kesadaran akan
tanggung jawab kita untuk menjaga martabat dan harga diri muslimah dengan terus
berusaha memperbaiki akhlak.
Mari mulai dari sekarang dan
mulai dari diri sendiri, agar pandangan dunia terhadap muslimah semakin baik.
#ODOPfor99days
Tidak ada komentar:
Posting Komentar