Rabu, 06 Januari 2016

Ngidamku Menggigit Suami



Selama lima kali masa kehamilan, aku hampir tidak pernah mengalami ‘mabok’ trimester pertama ataupun ngidam makanan. Kalau sekedar ingin makan sesuatu, ya biasa saja seperti saat tidak sedang hamil. Yang unik adalah saat hamil anak pertama, entah kenapa aku suka sekali menggigit tangan suami. Tidak sekedar menggigit sayang, lho. Menggigit beneran dengan keras.
Bila orang ngidam makanan, setelah berhasil makan biasanya rasa itu sudah hilang, namun berbeda denganku yang tetap berkeinginan menggigit suamiku kapanpun aku mau hingga kehamilan berusia sekitar 6 bulan. Alhamdulillah suamiku sangat pengertian. Dengan rela ia memberikan tangannya untuk kugigit dengan keras. Sambil mengerahkan tenaga dan menahan napas agar tak terlalu sakit, ia ‘menikmati’ gigitanku. Maaf ya, sayang, aku tidak bisa menahan untuk tidak menggigitmu dan meninggalkan bekas gigitan di lenganmu yang pengkuh.
Repotnya, suatu kali keinginan menggigit itu datang saat sedang di kantor. Terpaksa aku hanya bisa ‘geget-geget (mengatupkan gigi dengan keras). Sampai di rumah, barulah dilampiaskan pada tempatnya.
Untungnya pada kehamilan berikut-berikutnya, meskipun tetap ada, keinginan untuk menggigit tidak separah pada kehamilan yang pertama. Kasihan juga ya suamiku kalau terpaksa kenyang dengan gigitanku. Maka hingga sekarang bila tiba-tiba aku menggigit tangannya, dia langsung meledek “Hamil lagi ya, Ma?”
Selain hobi menggigit tangan suami, semenjak kehamilan anak pertama pula aku jadi keranjingan nonton bola dan balapan. Padahal sebelumnya aku tak pernah suka nonton acara olah raga. Sampai kami pikir, mungkin anak yang sedang kukandung laki-laki. Eh, ternyata perempuan. Suami tentu saja sangat senang karena ada teman nonton. Apalagi saat itu sedang rame-ramenya Liga Italia dan pada kehamilan kedua, dua tahun berikutnya berbarengan dengan Piala Dunia. Sampai malampun kuat nonton bareng suami.
Anehnya, setelah kehamilan yang ke lima, aku kembali tak terlalu suka nonton pertandingan bola. Berbeda dengan Moto GP dan F1 yang tetap suka sampai sekarang.
Ada 3 hal yang dapat aku simpulkan dari pengalaman ngidamku. Ngidam tak ada kaitannya dengan jenis kelamin yang dikandung. Biarpun ngidam bola dan balapan, jenis kelamin anakku lebih banyak perempuan (3 perempuan satu laki-laki; kehamilan ke empat keguguran).
Ngidam juga tak berhubungan dengan kesukaan anak dalam kandungan. Ke empat anakku hanya yang laki-laki yang suka main bola. Dan hanya anak ke 4 yang saat batita sangat antusias nonton balapan. Sayangnya semakin ke sini sedikit berkurang. Jadi kembali berdua saja dengan suami saat nonton balapan.
Yang terakhir, ngidam bila tak keturutan tidak terkait dengan anak ngiler. Buktinya, ngidamku yang semuanya keturutan, semua anakku ya tetap ngeces sekali-sekali, namanya juga anak-anak. Seiring dengan bertambah usia, sudah pasti mereka sudah bisa mengendalikan pengeluaran air liur sehingga tidak ngeces sembarangan.
Jadi jangan takut ngidam dan jangan terlalu memanjakan ngidam. Jalani saja dengan happy dan wajar. Selagi bisa dituruti ya kenapa tidak? Hitung-hitung bukti kasih sayang suami. Tapi kalau sampai ngidamnya membahayakan atau memalukan seperti pengen mencium botak seseorang, yang tak perlulah diturutkan.
Salam ngidam J

#ODOPfor99days #day3

3 komentar:

  1. Balasan
    1. Hi hi hi... Mbak Liiiiss, miss u much. Miss your story...

      Hapus
  2. Dulu pas hamil anak pertama pengen banget makan lontong kupang dan sate kerang. Baru keturunan pas udah 7 bulan karena sekalian pulang kampung. Itu juga cuma sate terangnya. Lontong kupangnya malah baru kebeli pas anak kedua udah umur setahun hehe

    Btw untungnya suaminya baik dan pengertian...jadi nurut aja di gigit sama mbaknya...

    BalasHapus