Rabu, 10 Februari 2016

My Little Boy

Syukur tak terhingga kepada Allah telah mengaruniakan kepadaku satu-satunya anak lelaki, M. Fatih Nushrotullah, yang In sya Allah sholih.
Sekian lamanya menginginkan anak lelaki, baru terkabulkan pada anak ketiga.
Saat itu aku tengah menempuh tugas belajar dari kantor untuk mengambil S2 di Universitas Indonesia. Jadwal kuliah yang amat padat dan melelahkan serta jarak rumah baru yang cukup jauh dari kampus UI Salemba membuatku bertekad untuk tidak hamil dulu selama kuliah. Apalagi aku masih menyusui anak kedua yang berumur 23 bulan.
Tiga bulan setelah menjalani kuliah, berat badanku turun hingga 5 kilo. Aku pikir karena lelah beraktifitas. Anehnya pinggangku terasa sesak. Terlintas dalam pikiranku, jangan-jangan aku hamil. Tetapi pikiran itu segera kutepis mengingat aku masih aktif menyusui dan belum pernah haid setelah nifas.
Namun karena penasaran, aku iseng melakukan test pack dan ternyata hasilnya positif. Tentu saja aku dan suami terkejut-kejut. Bagaimana bisa? Akhirnya kamipun ke dokter dan disanalah kami baru yakin bahwa aku benar-benar hamil. Bahkan usia kehamilanku sudah berusia tiga bulan.
Perkuliahan yang aku jalani merupakan program beasiswa percobaan 13 bulan. Tak ada libur kecuali Sabtu, Minggu dan hari libur nasional. Rasanya seperti dikejar-kejar setiap hari.
Kehamilanku semakin membesar saat aku mulai mengajukan thesis. Ketika aku meminta tanda tangan dari dosen pembimbing yang kebetulan salah seorang pejabat di kantorku, aku sekalian minta ijin untuk persiapan melahirkan. Rupanya calon bayiku tahu kalau bundanya tengah berkejaran dengan waktu. Malam hari setelah tanda tangan itu aku langsung melahirkan. Dua minggu setelah melahirkan aku sudah harus masuk kuliah untuk ikut ujian semester akhir. Kepalapun masih terasa melayang saat menjejakkan kaki di stasiun. Tapi aku sudah bertekad untuk tidak mau ikut ujian susulan dan harus selesai kuliah tepat waktu agar tidak membayar sendiri semester tambahannya. Bahkan demi menyelesaikan thesis yang semakin dekat deadline nya, aku terpaksa mengetik sambil menyusui.
Semua perjuangan itu terbayar lunas dengan lulus pada waktunya dan selanjutnya menikmati merawat jagoan kecilku yang tumbuh sehat dan menggemaskan.
Mas Fatih tumbuh menjadi anak yang banyak bertanya, kapan saja dan dimana saja. Pertanyaan dan kata-katanya selalu membuat orang-orang disekitarnya tertawa.
Usia 4 tahun, mas Fatih sempat kutitipkan selama 3 bulan kepada orang tuaku. Saat itu aku tengah kewalahan mengurus adik perempuannya yang lahir kemudian. Berat rasanya berpisah dengannya, namun itu harus kulakukan demi kebaikan semua.
Usia SD, alhamdulillah mas Fatih tidak pernah juara kelas tetapi hafalan Al Qurannya bagus. Naik kelas 2 sudah hafal juz 30. Sekarang hafalannya sudah hampir 2,5 juz. Ia sering dapat hadiah kecil dari gurunya karena hafalannya bagus. Sering diminta membantu menyimak hafalan temannya di kelas. Pernah mewakili sekolahnya lomba pildacil, terpilih sebagai tim inti pramuka, dan pernah juara 1 lomba tahfidz di komplek. Semua itu jauh lebih berharga daripada sekedar menjadi juara kelas.
Mas Fatih paling mengerti orang tuanya. Uang saku suka dikembalikan, rajin menabung, dan hampir tak pernah menuntut sesuatu.
Belum lama, mas Fatih mewakili sekolahnya lomba catur dan maju hingga semifinal. Gurunya memberinya uang 10 ribu Rupiah. Saat aku bercerita tentang keterlibatanku dalam coin cinta dan rencana kami untuk mengunjungi panti jompo, ia langsung memberikan semua uang yabg baru saja diperolehnya itu untuk disumbangkan. Aku sungguh terharu.
Setiap kali ditanya cita-citanya, dia akan jawab, masinis, ustadz dan hafidz Qur'an. Aamiin, semoga Allah kabulkan, Nak.

Namun dalam hidup tak selalu mulus. Ia pernah terkena flek dan harus minum obat setiap pagi sebelum makan selama berbulan-bulan. Alhamdulillah ia senantia menurut minum obat yang warnanya merah menyeramkan itu sampai akhirnya sembuh total.
Ia juga pernah mengalami masa-masa sulit ketika tiba-tiba tak terkendali dan sering marah bahkan pernah sampai mengambil pisau dan mengancam bunuh diri. Duuh, sedihnya aku. Rasanya aku telah gagal sebagai bunda. Padahal di rumah telah diberlakukan no sinetron dan ketatnya seleksi tayangan teve. Dari manakah dia meniru? Usut punya usut, ternyata mas Fatih sering dibully temannya di sekolah, sementara di rumahpun, kedua kakak perempuannya terkesan dominan terhadapnya. Akhirnya aku kumpulkan ketiga saudara perempuannya dan kuceritakan kondisinya yang sedang membutuhkan pertolongan dari seluruh keluarga. Berbulan-bulan seluruh keluarga stop gadget dan teve sama sekali. Aku juga menghubungi wali kelasnya untuk ikut membantu. Alhamdulillah tanpa perlu ke psikolog, mas Fatih kembali normal.
Begitulah, anak lelakiku mewarnai hariku. Semoga Allah menjadikannya anak sholih yang bermanfaat bagi ummat dan sukses dunia akhiratnya. Aamiin.
I love u, my boy... Dengan segala kelebihan dan kekuranganmu.

#odopfor99days
#day28

1 komentar:

  1. luar biasa mbak, InsyaAllah putra-putrinya bisa menjadi penjaga hati dan keimanan ortunya

    BalasHapus